![]() |
| KPK menegaskan penyidikan dugaan korupsi kuota tambahan haji 2024 terus berjalan. Tim penyidik telah berada di Arab Saudi untuk menggali keterangan otoritas terkait. Foto: Istimewa |
Banyuasin Pos – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menegaskan bahwa proses penyidikan dugaan korupsi dalam pengelolaan kuota tambahan haji tahun 2024 terus berjalan. Tim penyidik bahkan telah diberangkatkan ke Arab Saudi untuk mengumpulkan keterangan dari berbagai pihak yang memiliki kewenangan terkait kuota haji.
Pelaksana Tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, menjelaskan bahwa penyidik saat ini tengah melakukan serangkaian pertemuan dengan otoritas di Arab Saudi. Agenda pertama adalah mendatangi Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Riyadh sebelum melanjutkan koordinasi dengan Kementerian Haji dan Umrah Arab Saudi.
“Mereka sudah berada di Saudi. Selain melakukan klarifikasi dengan KBRI, penyidik juga berkoordinasi langsung dengan Kementerian Haji untuk menelaah proses pemberian kuota haji tambahan serta fasilitas lain yang terkait,” ujar Asep di Jakarta, Selasa (2/12).
Asep menyampaikan bahwa tim masih akan bekerja di Arab Saudi selama sekitar satu pekan. Sejumlah informasi awal, termasuk dokumentasi dan berkas pendukung, telah dikirimkan ke Jakarta sebagai bagian dari pendalaman penyidikan. “Sejumlah foto dan data awal sudah diterima oleh kami,” jelasnya.
Di sisi lain, KPK juga menunggu penyelesaian perhitungan kerugian negara yang tengah dilakukan dalam kasus ini. Asep menyebutkan bahwa hasil perhitungan tersebut ditargetkan rampung pada bulan Desember. “Semoga sesuai target dan bisa selesai bulan ini,” ucapnya.
Namun demikian, ia belum dapat memastikan apakah pengumuman tersangka akan disampaikan setelah perhitungan kerugian negara dinyatakan final. “Kita lihat hasil akhirnya. Mudah-mudahan semuanya bisa jelas pada Desember,” kata Asep.
Kasus dugaan korupsi ini mencuat dari kebijakan pembagian kuota tambahan haji 2024 sebanyak 20.000 jemaah yang diberikan oleh Pemerintah Arab Saudi. Dari jumlah tersebut, pembagian dilakukan secara merata antara haji reguler dan haji khusus—masing-masing 10.000—yang tidak sesuai dengan ketentuan Undang-Undang, yakni 92 persen untuk reguler dan 8 persen untuk haji khusus.
Penyimpangan porsi tersebut diduga membuka ruang praktik jual beli kuota haji khusus, yang memungkinkan keberangkatan jemaah tanpa masa tunggu, dengan imbalan pembayaran tertentu kepada pihak-pihak yang memiliki akses kuota.
Penyidikan kasus ini diharapkan dapat mengungkap dugaan penyalahgunaan wewenang serta memastikan tata kelola kuota haji kembali sesuai aturan.(***)


