![]() |
Foto Logo BUMN |
Namun, aturan itu tak serta-merta berlaku langsung. Pemerintah memberi masa transisi selama dua tahun sejak putusan Mahkamah Konstitusi (MK) dibacakan, agar pejabat yang masih merangkap jabatan bisa menyesuaikan diri.
Dalam Pasal II ayat (2) tertulis: “Ketentuan mengenai rangkap jabatan menteri dan wakil menteri sebagai organ BUMN berlaku paling lama dua tahun terhitung sejak Putusan Mahkamah Konstitusi yang terkait diucapkan.”
Undang-undang tersebut diundangkan pada 6 Oktober 2025, dan menjadi tindak lanjut dari Putusan MK Nomor 128/PUU-XXIII/2025 yang menegaskan bahwa wakil menteri juga termasuk pejabat yang dilarang merangkap jabatan. Sebelumnya, aturan hanya mengikat posisi menteri, sementara wakil menteri kerap dikecualikan.
Permohonan agar larangan itu diperluas datang dari Viktor Santoso Tandiasa dan Didi Supandi. Mereka menilai, praktik rangkap jabatan membuat pejabat publik berpotensi kehilangan fokus dan membuka ruang konflik kepentingan. MK pun mengabulkan sebagian permohonan tersebut dan memberi waktu dua tahun untuk penyesuaian.
Ketua MK Suhartoyo menegaskan, keputusan ini lahir demi menjaga integritas penyelenggara negara.
“Mahkamah memberikan tenggang waktu paling lama dua tahun sejak putusan diucapkan,” ucapnya dalam sidang pleno terbuka di Gedung MK, Kamis (28/8/2025).
Langkah ini disebut sebagai upaya memperkuat prinsip good governance dan mencegah tumpang tindih kepentingan antara jabatan publik dan bisnis negara. Dengan kebijakan ini, para pejabat diharapkan bisa lebih fokus melayani rakyat tanpa tergoda posisi strategis di dunia korporasi.
Kini, dua tahun ke depan akan menjadi masa penentuan—apakah pejabat publik memilih mengabdi penuh untuk negara, atau tetap berada di lingkar bisnis BUMN. Yang pasti, semangat perubahan ini membawa pesan kuat: jabatan publik bukan ladang ganda, dan pengabdian sejati hanya berjalan di satu jalan (***)