-->

Notification

×

Iklan

Iklan

Reshuffle Itu Cermin, Bukan Cambuk

Minggu, 19 Oktober 2025 | 08.19 WIB | 0 Views Last Updated 2025-10-19T01:19:46Z

Ilustrasi 

Oleh: M. Irwan P. Ratu Bangsawan 
Pemimpin Redaksi Banyuasin Pos 

Kadang, reshuffle itu bukan tentang siapa yang keluar dan siapa yang masuk. Bukan pula tentang gesekan politik di balik layar atau kalkulasi elektoral menjelang tahun-tahun genting. Reshuffle, kalau mau jujur, adalah cermin besar yang sedang diarahkan Presiden kepada kita semua — bukan hanya kepada para menterinya. Di sana, kita bisa melihat wajah bangsa: apakah masih tulus bekerja, atau sudah sibuk menghitung untung rugi dari setiap kebijakan.


Ketika Presiden Prabowo berkata bahwa ia tak akan segan mengganti menteri yang sudah tiga kali diperingatkan tapi tetap “nakal”, banyak orang mungkin langsung berpikir tentang nama-nama. Siapa yang dimaksud? Siapa yang akan dicopot? Tapi kita sering lupa, bahwa teguran itu bukan hanya untuk mereka yang duduk di kursi kekuasaan, melainkan juga bagi kita yang duduk di kursi penonton — rakyat yang kadang sama keras kepala, sama malas berubah, sama sering menutup mata ketika salah dianggap biasa.


Reshuffle bukan cambuk untuk menghukum, tapi cermin untuk mengingatkan. Negara ini tidak akan bersih hanya karena satu orang dipecat atau satu menteri diganti. Ia akan berubah kalau kita mulai berhenti menikmati kebohongan kecil — dari menyogok petugas, menipu dalam laporan, sampai pura-pura tak tahu saat ada ketidakadilan. Korupsi tidak lahir di meja kementerian; ia tumbuh dari pembiaran kecil yang kita rawat setiap hari.


Kalimat Prabowo, “Yang saya kasihan itu rakyat, bukan pejabat,” terdengar keras tapi jujur. Itu bukan sekadar kemarahan, melainkan kegelisahan seorang pemimpin yang sedang memikul beban moral bangsa. Ia tahu, tak mungkin ia membersihkan istana jika di luar sana rakyatnya masih nyaman hidup dalam sistem yang sama bobroknya. Karena itu, reshuffle yang sejati bukan pergantian orang, tapi pergantian kesadaran.


Kita ini sering lebih suka melihat siapa yang jatuh daripada melihat ke dalam diri sendiri. Padahal, mungkin kitalah yang lebih pantas “direshuffle” dari kebiasaan menilai tanpa berkaca. Mungkin yang perlu diganti bukan menteri, tapi cara kita mencintai negeri ini — agar tidak lagi dengan kemarahan, tapi dengan tanggung jawab.


Kalau reshuffle hanya memindahkan kursi, negara ini hanya akan berganti wajah tapi tidak berganti watak. Tapi kalau reshuffle menjadi cermin, kita semua bisa mulai membersihkan diri. Sebab negeri ini tak butuh banyak yang pintar bicara, tapi cukup sedikit saja yang mau bercermin dengan jujur (***) 

×
Berita Terbaru Update