-->

Notification

×

Iklan

Iklan

Ketika Indonesia Belum Selesai Bermimpi

Minggu, 12 Oktober 2025 | 20.37 WIB | 0 Views Last Updated 2025-10-12T13:37:55Z
Ilustrasi 
Oleh: M. Irwan P. Ratu Bangsawan 
Pemimpin Redaksi Banyuasin Pos 

Ada yang pelan-pelan pecah di dada bangsa ini ketika peluit panjang dibunyikan. Malam itu, bukan hanya angka di papan skor yang menjadi saksi, tapi juga harapan yang diam-diam jatuh di antara sorak yang tiba-tiba hilang. Timnas Indonesia gagal melangkah ke Piala Dunia 2026. Namun di balik getir itu, ada sesuatu yang lebih lembut dari sekadar kecewa—semacam rindu yang belum sempat tiba.


Barangkali, sepak bola bagi negeri ini bukan sekadar permainan kaki dan bola, tapi kisah panjang tentang kesetiaan dan keyakinan. Setiap kali merah putih berkibar di dada para pemain, seolah seluruh jiwa rakyat ikut berlari di rumput hijau itu. Kita tak hanya menonton pertandingan, kita sedang memandangi cermin besar yang memperlihatkan siapa diri kita: bangsa yang masih belajar berdamai dengan arti kalah dan makna berjuang.


Di warung kopi yang mulai sepi, di ruang tamu sederhana tempat keluarga berkumpul, ada hening yang tidak bisa dijelaskan. Tak ada yang marah, tak ada yang bersorak—hanya diam yang panjang dan hangat. Sebab di balik rasa kecewa, selalu ada kasih yang tak kunjung padam. Cinta kepada negeri yang tetap tumbuh meski terus diuji.


Mungkin Tuhan sedang menulis pelajaran baru untuk kita: tentang sabar, tentang setia, tentang mencintai tanpa syarat menang. Sebab cinta yang sejati bukan yang berpesta di puncak kemenangan, melainkan yang bertahan di saat luka terasa paling dalam.


Wajah para pemain muda itu masih terbayang—mata mereka menatap jauh, basah tapi menyala. Di balik keringat dan lelah, ada nyala kecil yang tak padam-padam. Mereka bukan sekadar pesepak bola; mereka adalah doa yang bergerak, yang dititipkan oleh jutaan harapan rakyat kecil di setiap jantung pertandingan.


Barangkali Indonesia memang belum waktunya menang di panggung dunia, karena sedang dipersiapkan untuk sesuatu yang lebih besar dari sekadar trofi: kedewasaan untuk memahami bahwa kalah bukan akhir, melainkan awal dari perjalanan yang lebih jujur.


Setiap bola yang bergulir di lapangan kampung, setiap anak yang menendang impian di bawah langit senja, adalah bagian dari naskah panjang yang sedang Tuhan tulis. Naskah tentang bangsa yang belum selesai bermimpi, tapi tak pernah lelah mencintai.


Piala Dunia boleh berlalu tanpa nama Indonesia di dalamnya, tapi jangan biarkan semangat itu ikut pergi. Biarkan stadion-stadion kecil tetap ramai oleh tawa dan peluh. Biarkan harapan tetap tumbuh di tanah yang sederhana, sebab dari sanalah keajaiban sering lahir tanpa kita duga.


Malam mungkin terasa panjang, tapi di setiap dada yang kecewa, ada cahaya kecil yang mulai menyala. Cahaya itu bukan dari sorot lampu stadion, melainkan dari hati yang tetap percaya: bahwa suatu hari nanti, merah putih akan berkibar di tengah sorak dunia—bukan karena keajaiban, tapi karena bangsa ini akhirnya benar-benar mengerti arti setia.


Dan pada saat itu tiba, semua air mata malam ini akan berubah menjadi cahaya yang paling indah: cahaya Indonesia yang tak pernah berhenti bermimpi (***) 

×
Berita Terbaru Update