Notification

×

Iklan

Iklan

Yaqut dan NKRI Harga Mati

Sabtu, 06 September 2025 | 20.57 WIB | 0 Views Last Updated 2025-09-09T11:47:13Z

Ilustrasi 
Oleh: M. Irwan P. Ratu Bangsawan 
Pemimpin Redaksi Banyuasin Pos 

Ada satu hal yang kadang membuat saya tertawa getir. Dulu, sebelum duduk di kursi empuk kementerian, ada seorang tokoh yang kalau bicara NKRI, suaranya menggelegar. Seperti toa masjid yang volumenya diputar penuh. Seolah-olah, kalau orang lain tidak bersuara sekeras itu, berarti kadar kecintaannya pada negeri ini dipertanyakan. Namanya Yaqut Cholil Qoumas.


Kini, angin kabar berembus kencang. Bukan lagi soal NKRI harga mati, melainkan soal kuota haji yang katanya—saya pakai kata "katanya", karena kita bukan pengadilan—ada aroma yang tidak sedap. Bayangkan, dari semua perkara yang bisa dikorupsi, mengapa haji juga harus ditarik-tarik? Seolah-olah surga pun dijadikan komoditas dagang. Ini bukan sekadar anomali, ini sudah semacam ironi yang bikin kepala saya geleng-geleng, tapi tangan tetap mencari kopi.


Saya teringat, orang-orang yang dulu paling lantang menyuarakan sesuatu, justru kadang menjadi pihak pertama yang menyeleweng dari teriakannya sendiri. Yang paling rajin berkhutbah tentang kesucian, malah sering ketahuan selingkuh dari kesuciannya sendiri. Yang paling keras bicara NKRI, kadang lupa bahwa Indonesia itu bukan hanya soal jargon, tapi soal menjaga amanah, soal tidak merampok hak rakyat, soal tidak mempermainkan ibadah umat.


Kalau benar dugaan itu, Yaqut tidak sedang berkhianat kepada rakyat saja, tapi juga kepada dirinya sendiri. Karena setiap teriakan lantang di masa lalu, akan berubah jadi gema kosong yang memantul ke telinga kita sekarang. Lucu sekaligus menyedihkan, ternyata yang dulu paling NKRI, bisa juga terjebak dalam praktik yang justru merusak fondasi negeri ini: korupsi. Sebuah anomali, iya. Tapi juga cermin. Bahwa kita semua bisa tergelincir, apalagi jika kekuasaan sudah menghipnotis kita (***) 


×
Berita Terbaru Update