Notification

×

Iklan

Iklan

Prabowo Angkat Qodari, Sinyal Bahaya untuk Masa Depan Demokrasi?

Jumat, 19 September 2025 | 08.30 WIB | 0 Views Last Updated 2025-09-19T01:30:00Z
Pandangan Redaksi Banyuasin Pos 

Perombakan kabinet selalu menjadi perhatian publik karena menyangkut arah kebijakan negara. Penunjukan Muhammad Qodari sebagai Kepala Kantor Staf Kepresidenan (KSP) oleh Presiden Prabowo Subianto kembali memantik perdebatan. Posisi KSP bukanlah jabatan sembarangan, melainkan ruang strategis yang berhubungan langsung dengan pengambilan keputusan penting di Istana.

Kritik keras yang datang dari Rocky Gerung menyoroti sisi etis dan ideologis dari pengangkatan tersebut. Qodari selama ini dikenal pernah menggulirkan gagasan presiden tiga periode, sesuatu yang dianggap bertentangan dengan semangat reformasi. Pertanyaan mendasar yang muncul adalah apakah figur dengan rekam jejak demikian tepat ditempatkan di lingkar inti kekuasaan?

Publik tentu berhak khawatir. Pengangkatan pejabat tinggi yang membawa rekam jejak kontroversial bisa menimbulkan persepsi bahwa pemerintah membuka ruang bagi wacana yang bertolak belakang dengan konstitusi. Lebih dari itu, langkah ini berpotensi memicu kecurigaan bahwa agenda demokrasi hanya menjadi jargon, sementara praktiknya bisa diarahkan sesuai kepentingan politik sesaat.

Menurut pandangan redaksi, substansi persoalan bukanlah pada sosok Qodari semata, melainkan pada pesan politik yang dipancarkan Presiden melalui keputusannya. Mengangkat pejabat dengan latar belakang yang pernah mendorong gagasan anti-batas masa jabatan dapat menggerus kepercayaan publik terhadap komitmen demokrasi. Keputusan ini patut diawasi agar tidak menjadi preseden buruk yang membuka pintu bagi pelemahan institusi demokrasi.

Kritik Rocky Gerung hanya satu bagian dari dinamika wacana publik yang lebih luas. Pertanyaan kuncinya: apakah Presiden benar-benar menjaga amanat reformasi atau justru menoleransi pandangan yang ingin mengaburkan batas kekuasaan? Keterbukaan, konsistensi pada konstitusi, dan keberpihakan pada demokrasi seharusnya menjadi pegangan, bukan sekadar retorika.

Redaksi menegaskan bahwa demokrasi hanya bisa bertahan bila ada komitmen kuat dari pemimpin untuk menjaga aturan main. Jabatan politik boleh berganti, tapi prinsip dasar tidak boleh dikompromikan. Publik akan terus menguji langkah Presiden, apakah keputusan ini sekadar teknis penataan birokrasi atau ada arah politik yang lebih dalam di baliknya (***) 


×
Berita Terbaru Update