Ilustrasi
Oleh: M. Irwan P. Ratu Bangsawan
Pemimpin Redaksi Banyuasin Pos
Di negeri ini, kita sering terjebak pada paradoks yang menyayat hati: lembaga yang lahir dari semangat kemanusiaan justru bisa tercoreng oleh cerita-cerita korupsi. Belakangan, publik di Sumatera Selatan dikejutkan oleh dugaan penyimpangan dana hibah untuk Palang Merah Indonesia (PMI) di Kabupaten Banyuasin, Kota Palembang, dan Kabupaten Ogan Ilir. Bukan sekadar angka rupiah yang dipertanyakan, melainkan nilai kemanusiaan yang mestinya menjadi pondasi lembaga ini.
PMI itu simbol keikhlasan, simbol orang yang siap datang paling depan saat darah dibutuhkan, saat banjir melanda, saat bencana merenggut rumah dan harapan orang kecil. Bayangkan betapa ironisnya ketika darah yang disumbangkan rakyat dengan tulus, lalu dikotori oleh tangan-tangan yang rakus. Seolah-olah kemanusiaan diperdagangkan, bukan lagi dijalankan.
Kita tahu, uang hibah itu adalah amanah. Ia datang dari rakyat, melalui pajak, melalui keringat, lalu disalurkan untuk mendukung kerja kemanusiaan. Kalau amanah itu dikhianati, bukan cuma PMI yang terluka, melainkan rasa percaya masyarakat yang selama ini menaruh harapan. Sebab begitu kepercayaan hilang, bagaimana mungkin orang masih yakin untuk menyerahkan darahnya, menyumbangkan tenaganya, bahkan menitipkan nyawanya dalam pelayanan PMI?
Namun, kita jangan buru-buru menuding. Korupsi, pada akhirnya, bukan hanya soal oknum, melainkan soal budaya. Ada sistem yang lemah, ada godaan yang dibiarkan tumbuh, ada celah yang tak ditutup. Dan yang lebih menyedihkan, kita sering kali lupa bahwa kemanusiaan itu bukan teori. Ia adalah tindakan nyata: menolong tanpa menghitung, memberi tanpa berharap kembali. Saat nilai ini diganti dengan angka-angka rekening, maka hancurlah makna PMI itu sendiri.
Maka, kasus dugaan korupsi hibah PMI di Sumatera Selatan ini bukan sekadar perkara hukum, tapi perkara nurani. Ia mengajarkan bahwa lembaga kemanusiaan sekalipun bisa goyah bila pengelolanya lupa daratan. Bahwa kita perlu mengembalikan PMI ke akar nilai aslinya: gotong royong, solidaritas, dan cinta kasih pada sesama. Bukan jadi ladang untuk memperkaya diri.
Kita berharap, kejadian ini jadi alarm, bukan sekadar berita yang hilang ditelan waktu. Sebab, di setiap tetes darah yang dikumpulkan PMI, ada doa dari orang-orang kecil yang percaya masih ada kemanusiaan di negeri ini. Jangan sampai doa itu dikalahkan oleh kerakusan. Kemanusiaan adalah warisan yang harus kita jaga bersama, karena tanpa itu, kita semua hanyalah tubuh tanpa jiwa (***)