![]() |
Pandangan Redaksi Banyuasin Pos |
Jalan raya bukan hanya jalur kendaraan, melainkan ruang sosial tempat ribuan orang setiap hari saling berbagi ruang dan waktu. Kebijakan Polda Sumatera Selatan yang melarang penggunaan sirine, strobo, dan rotator pada kendaraan pengawal pejabat menjadi langkah penting untuk mengembalikan makna jalan sebagai ruang bersama. Aturan ini bukan sekadar soal teknis lalu lintas, tetapi juga menyentuh rasa keadilan dan kesetaraan di tengah masyarakat.
Tidak jarang, suara sirine yang meraung tiba-tiba membuat pengendara panik, bahkan memicu kemacetan mendadak. Lebih dari itu, muncul kesan seolah jalan raya terbagi dua: satu untuk pejabat yang diistimewakan, satu lagi untuk rakyat biasa yang harus menepi. Padahal, setiap orang berhak merasakan kenyamanan dan keamanan yang sama saat berada di jalan.
Bagi masyarakat, keputusan ini membawa angin segar. Banyak warga yang merasa lebih tenang karena tidak lagi harus menghadapi kebisingan atau dipaksa mengalah oleh iring-iringan kendaraan. Pejabat tetap bisa dikawal, tetapi dengan cara yang lebih manusiawi dan tidak meresahkan. Inilah pesan moral penting: jabatan publik seharusnya tidak menjauhkan, melainkan mendekatkan pejabat dengan rakyat.
Menurut redaksi, kebijakan ini bukan sekadar soal larangan teknis, tetapi ujian bagi konsistensi aparat dan pejabat publik dalam menegakkan aturan. Selama ini, masyarakat kerap dibuat pesimis karena aturan hanya berlaku bagi sebagian orang, sementara yang berkuasa merasa bisa melanggarnya. Maka, penegakan disiplin atas larangan sirine dan strobo ini akan menjadi cermin: apakah hukum benar-benar berlaku sama bagi semua, atau hanya berhenti di atas kertas.
Kami juga memandang bahwa inisiatif ini harus diikuti dengan pengawasan ketat di lapangan. Tanpa pengawasan, aturan yang baik bisa saja kembali dilanggar. Kehadiran polisi lalu lintas pada jam sibuk dan titik rawan kemacetan harus lebih tampak, bukan sekadar formalitas. Dengan begitu, masyarakat bisa merasakan manfaat nyata dari aturan ini, bukan hanya janji-janji yang lewat begitu saja.
Pada akhirnya, jalan raya adalah milik semua orang—petani yang membawa hasil bumi, mahasiswa yang berangkat kuliah, buruh yang pulang kerja, hingga pejabat yang hendak menghadiri rapat. Dengan menegakkan aturan bersama, kita sedang merawat rasa keadilan dan membangun budaya tertib yang lebih beradab. Itulah yang menjadi harapan besar dari lahirnya kebijakan ini (***)