Notification

×

Iklan

Iklan

Kartu Pers, Kartu Demokrasi

Senin, 29 September 2025 | 10.43 WIB | 0 Views Last Updated 2025-09-29T04:04:14Z
Ilustrasi 

Oleh: M. Irwan P. Ratu Bangsawan
Pemimpin Redaksi Banyuasin Pos 

Kadang, yang tampak kecil bisa membawa makna besar. Selembar kartu pers misalnya. Ia hanya potongan plastik dengan nama dan foto, tapi ketika ia dicabut dari tangan seorang jurnalis, publik langsung tersadar: ini bukan lagi sekadar urusan administrasi. Ini bicara tentang nasib kebebasan bertanya, kebebasan menulis, kebebasan mengawasi.


Kita mungkin bisa berdebat panjang soal alasan resmi di balik pencabutan itu. Tetapi yang lebih penting dari sekadar alasan adalah rasa yang timbul di masyarakat. Ada kegelisahan bahwa negara semakin mudah tersinggung. Bahwa sebuah pertanyaan kritis, alih-alih dijawab dengan jernih, justru ditutup dengan tindakan yang memutus akses. Padahal, tanpa ruang pertanyaan, demokrasi hanya akan jadi monolog kekuasaan.


Seorang wartawan bekerja bukan untuk dirinya sendiri. Ia menjadi perpanjangan suara rakyat. Ketika ia dicegah bertanya, sejatinya publiklah yang sedang dibatasi. Dan inilah yang mestinya disadari: membatasi pers berarti membatasi rakyat. Maka peristiwa pencabutan kartu pers bukan hanya perkara seorang jurnalis CNN, tetapi perkara kita bersama.


Istana, sejatinya, adalah rumah rakyat. Dari sanalah pemimpin berangkat untuk bicara atas nama bangsa. Karena itu, ruang istana mestinya terbuka, bukan hanya bagi tamu yang ramah, tetapi juga bagi pertanyaan yang tajam. Justru kebesaran seorang pemimpin terlihat dari kesediaannya mendengar dan menjawab, bukan dari ketakutannya pada kritik.


Sejarah mengajarkan bahwa para tokoh besar tidak pernah lahir dari kenyamanan, melainkan dari ujian. Pertanyaan kritis, kritik pedas, bahkan hujatan sekalipun, mereka hadapi dengan keluasan hati. Dari situlah lahir wibawa sejati, yang tidak lahir dari sensor, tetapi dari keberanian menghadapi terang.


Karena itu, mari kita jaga ruang dialog ini. Demokrasi bukanlah soal siapa yang berkuasa, melainkan bagaimana kekuasaan sanggup ditanya dan dipertanggungjawabkan. Jika pertanyaan dianggap musuh, maka pada akhirnya rakyatlah yang menjadi korban. Dan bangsa ini akan kehilangan denyutnya (***) 

×
Berita Terbaru Update