Notification

×

Iklan

Iklan

Dua Ketua Umum PPP: Cermin Retaknya Konsolidasi Politik Kita

Minggu, 28 September 2025 | 18.16 WIB | 0 Views Last Updated 2025-09-28T11:16:07Z
Pandangan Redaksi Banyuasin Pos 

Partai Persatuan Pembangunan (PPP) kembali jadi bahan pembicaraan hangat. Muktamar X yang seharusnya menjadi ajang konsolidasi justru melahirkan kontroversi: munculnya dua klaim ketua umum. Muhammad Mardiono di satu sisi menyebut dirinya terpilih secara aklamasi, sementara Agus Suparmanto diumumkan secara resmi oleh pimpinan sidang sebagai ketua umum periode 2025–2030. Fenomena ini membuat publik bertanya-tanya, ke mana arah kapal PPP akan berlayar.

Kehadiran dua versi “ketua umum” bukan sekadar soal siapa yang lebih sah secara aturan, melainkan juga cermin dari rapuhnya konsolidasi internal. Sebagai partai yang sudah puluhan tahun mewarnai perpolitikan nasional, PPP semestinya memberi teladan kedewasaan. Namun, yang terjadi justru sebaliknya: rakyat disuguhi drama politik yang lebih mirip panggung sinetron ketimbang forum musyawarah kebangsaan.

Dalam konteks demokrasi, perbedaan adalah hal wajar. Tapi ketika perbedaan itu menimbulkan dualisme kepemimpinan, kepercayaan publik ikut dipertaruhkan. Bagaimana mungkin sebuah partai yang ingin merebut hati rakyat, justru tidak mampu menyatukan diri di dalam rumahnya sendiri? Jika konflik ini berlarut, yang rugi bukan hanya PPP, tetapi juga para pemilih yang menanti kepastian arah perjuangan.

Redaksi memandang bahwa kisruh ini adalah tanda serius bagi partai politik untuk berkaca. Kursi ketua umum tidak semestinya diperebutkan dengan klaim sepihak, melainkan diputuskan dengan musyawarah yang terbuka, jujur, dan bisa diterima semua pihak. Politik bukan sekadar soal siapa yang menang atau siapa yang duduk di kursi, melainkan amanah yang besar untuk memperjuangkan kepentingan rakyat. Jika amanah itu dimulai dengan pertikaian, sulit berharap hasilnya akan berpihak pada masyarakat.

Lebih jauh, PPP sebaiknya tidak terjebak pada euforia klaim kemenangan, tetapi segera mengutamakan rekonsiliasi. Tugas besar menanti di depan mata: bagaimana mengembalikan kepercayaan publik setelah kegagalan masuk parlemen pada Pemilu 2024. Tanpa persatuan, semua cita-cita itu akan berakhir hanya sebagai wacana.

Bagi rakyat, kisruh ini hanyalah tontonan tambahan di tengah beban hidup sehari-hari. Harga sembako, ongkos pendidikan, dan lapangan kerja jauh lebih mendesak ketimbang siapa yang duduk di kursi ketua umum PPP. Karena itu, partai manapun, termasuk PPP, perlu kembali menyadari bahwa rakyat tidak butuh drama, melainkan kepastian, arah yang jelas, dan keberpihakan nyata (***) 

×
Berita Terbaru Update