![]() |
Ilustrasi |
Oleh: M. Irwan P. Ratu Bangsawan
Pemimpin Redaksi Banyuasin Pos
Kalau kita hidup di kampung, ada pepatah sederhana: “Kalau mau ganti genteng bocor, sediakan dulu genteng pengganti.” Kalau tidak, rumah bisa kebanjiran. Tapi rupanya logika ini tidak selalu berlaku di panggung politik. Pencopotan Menko Polkam Budi Gunawan beberapa hari lalu justru menyisakan ruang kosong yang membuat orang kampung seperti saya bertanya-tanya: kok bisa dilepas dulu, sementara penggantinya belum siap?
Seperti halnya di warung kopi, orang-orang hanya bisa menebak. Ada yang bilang mungkin Pak Budi sudah dianggap tidak cocok dengan irama orkestra kabinet. Ada juga yang mengira ini hanya bagian dari strategi besar yang belum sempat kita mengerti. Tapi toh, rasa heran tetap saja muncul. Sebab dalam kehidupan sehari-hari, biasanya orang baru melepas sesuatu setelah ada yang baru untuk menggantikannya.
Bayangkan kalau seorang kepala keluarga tiba-tiba memecat sopirnya pagi-pagi, padahal siang nanti ada jadwal antar anak ke sekolah. Anak-anak pasti bingung, “Terus, siapa yang bakal nyetir?” Begitu pula rakyat yang melihat kursi Menko Polkam kini kosong, seakan menunggu supir baru yang entah kapan datang.
Namun politik kita memang penuh warna. Kadang logikanya seperti dunia anak-anak. Mereka bisa saja bilang, “Yang penting main dulu, soal mainan rusak belakangan.” Dan kita, yang sering menonton dari pinggir, cuma bisa nyengir sambil berkata: “Ya beginilah kalau panggung sandiwara dipentaskan tanpa naskah yang jelas.”
Mungkin saja memang ada sesuatu yang kita tidak tahu. Bisa jadi pencopotan ini bagian dari upaya perombakan besar, atau mungkin hanya soal ketidakcocokan personal. Politik seringkali tidak membutuhkan alasan yang bisa dijelaskan secara rapi kepada publik. Yang penting keputusan diambil, efeknya nanti dipikirkan belakangan.
Bagi rakyat kecil, peristiwa ini seakan mengajarkan sesuatu: jangan terlalu berharap pada kesempurnaan logika politik. Sebab di dunia kekuasaan, kadang urutannya memang dibalik: copot dulu, ganti belakangan. Kita hanya bisa berharap semoga siapa pun yang kelak duduk di kursi itu benar-benar mampu menjaga keamanan dan ketenteraman negeri, bukan hanya sibuk dengan urusan kursi dan gelar (***)