![]() |
Wamenaker Immanuel Ebenezer alias Noel terlihat menangis saat digiring KPK setelah ditetapkan tersangka kasus dugaan pemerasan sertifikat K3. Foto: Liputan 6 |
Banyuasin Pos – Wakil Menteri Ketenagakerjaan Immanuel Ebenezer alias Noel selama ini dikenal sebagai sosok yang keras dan penuh pencitraan dalam menjalankan kebijakan. Namun, citra tersebut runtuh saat dia harus digiring Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai tersangka dugaan kasus pemerasan pengurusan sertifikat Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3).(22/08/25)
Momen jarang terlihat terjadi saat Noel tampak menangis mengenakan rompi oranye tahanan KPK di Gedung Merah Putih, Jakarta Selatan. Air mata itu memperlihatkan sisi kemanusiaan di balik sosok pejabat yang biasa tampil tegas dan tanpa kompromi.
Setelah penetapan tersangka, Noel juga menyampaikan permintaan maaf kepada Presiden Prabowo Subianto, keluarganya, dan masyarakat luas. Dia membantah penangkapan dalam operasi tangkap tangan dan menyanggah keterlibatan dalam praktik pemerasan, meskipun KPK telah menetapkannya sebagai tersangka berdasarkan bukti kuat.
Noel dan tersangka lain disangkakan melanggar Pasal 12 huruf (e) dan/atau Pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, serta Pasal 64 ayat (1) KUHP dan Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Kasus yang melibatkan Noel terkait dengan sertifikasi K3 yang vital bagi keselamatan pekerja. Ironisnya, sertifikasi yang resmi dipungut biaya Rp275 ribu, disalahgunakan sebagai ladang pemerasan dengan biaya hingga Rp6 juta — dua kali lipat dari gaji buruh rata-rata.
Momen haru tersebut menjadi simbol runtuhnya pencitraan keras yang melekat pada Noel. Ini menjadi pengingat bahwa ketegasan pejabat harus disertai integritas dan ketaatan pada hukum.
KPK menahan Noel bersama 10 tersangka lain selama 20 hari pertama, mulai 22 Agustus sampai 10 September 2025, untuk penyidikan lebih lanjut. Publik menanti proses hukum transparan yang menegakkan keadilan tanpa kecuali.
Kisah ini menegaskan pesan kuat bahwa jabatan tidak melindungi pelanggaran hukum, dan bahwa air mata kini menjadi bagian dari pertanggungjawaban demi pemerintahan yang bersih dan terpercaya.(***)