Notification

×

Iklan

Iklan

Keadilan yang Tertunda

Sabtu, 02 Agustus 2025 | 08.31.00 WIB | 0 Views Last Updated 2025-08-02T02:17:41Z
Ilustrasi 

Oleh: M. Irwan P. Ratu Bangsawan 

Pimred Banyuasin Pos 


Hukum kita memang unik. Ada pepatah yang bilang, "di atas hukum ada keadilan." Tapi dalam kasus Silfester Matutina, tampaknya hukum pun belum sampai ke pelaksanaan. Meski Mahkamah Agung sudah menjatuhkan vonis 1,5 tahun penjara sejak lama, pria yang dikenal sebagai Ketua Solidaritas Merah Putih itu tampaknya masih bebas berkeliaran. Inkrah? Sudah. Eksekusi? Entah kapan.


Kasus ini jelas bukan soal baru. Dilaporkan sejak 2017 oleh sekelompok advokat karena dugaan pencemaran nama baik terhadap mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla, perkara ini menempuh jalan panjang hingga akhirnya MA menyatakan Silfester bersalah. Tapi seperti kata orang tua, “hukum itu tajam ke bawah, tumpul ke atas” – kalimat yang terdengar klise, tapi sering kali terbukti relevan.


Yang membuat situasi ini makin menarik adalah kabar bahwa Silfester sudah meminta maaf langsung kepada Jusuf Kalla. Tindakan yang tentu patut diapresiasi secara pribadi. Namun, dalam negara hukum, permintaan maaf tidak serta-merta menghapus konsekuensi pidana. Kalau begitu, semua narapidana bisa saja cukup minta maaf, lalu pulang ke rumah masing-masing.


Para advokat yang tergabung dalam Perkumpulan Advokat Anti Kriminalisasi pun geram. Mereka sampai harus mendatangi Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan hanya untuk mengingatkan: "Halo, ini lho, sudah inkrah, tolong dieksekusi." Agak lucu memang, ketika masyarakat harus mendesak aparat untuk menjalankan putusan hukum yang sudah final.


Fenomena ini membuat publik bertanya-tanya, apakah hukum hanya berlaku bagi mereka yang tak punya akses, tak punya koneksi, dan tak punya kekuatan politik? Atau ada syarat-syarat tak tertulis yang harus dipenuhi agar seseorang benar-benar dibawa ke tahanan? Kita tidak sedang bicara teori, tapi realita di depan mata.


Keadilan yang tertunda adalah keadilan yang ditolak, kata para filsuf hukum. Jika putusan pengadilan bisa dibiarkan menggantung begitu lama tanpa kepastian, maka kita sedang bermain-main dengan integritas hukum itu sendiri. Dan bila terus begini, lama-lama rakyat mungkin akan berpikir: lebih baik jadi Silfester daripada jadi warga biasa yang salah parkir lalu digembok petugas (***) 

×
Berita Terbaru Update