![]() |
Ilustrasi: Mang Midun, Jek Pakis, dan Mak Irah |
Di bulan Agustus yang biasanya penuh warna merah putih, tahun ini ada tambahan warna yang tak biasa. Di sejumlah gang, warung, hingga becak tua, berkibar bendera tengkorak khas One Piece. Bukan untuk menyambut kru Topi Jerami, tapi sebagai isyarat: rakyat sedang bosan. Mang Midun, Jek Pakis, dan Mak Irah adalah tiga tokoh kampung yang merasa bendera One Piece lebih menggambarkan keadaan mereka saat ini, berlayar entah ke mana, tanpa nakhoda yang jelas.
Mang Midun, yang biasanya paling semangat pasang tiang bambu buat bendera, tahun ini cuma duduk selonjoran. "Merah putih tetap, tapi boleh dong kita tambahi sedikit hiburan," katanya sambil menunjuk bendera Jolly Roger yang berkibar di depan warungnya. Baginya, bendera bajak laut itu bukan simbol pemberontakan, tapi sindiran halus untuk kondisi negeri yang terasa seperti kapal pecah.
Jek Pakis, tukang ojek yang hobi politik praktis dari warung ke warung, menambahkan, “Kalau negeri ini sudah seperti cerita One Piece, artinya kita semua penumpang kapal yang belum tahu siapa kapten sejatinya.” Ia tertawa sendiri, lalu menyruput kopi tanpa gula. Bagi Jek, bendera bajak laut itu lebih jujur—tak berpura-pura, tak menutupi bahwa petualangan ini penuh risiko dan tipu daya.
Mak Irah, satu-satunya tokoh perempuan yang selalu waras di tengah obrolan warung, justru bilang, “Bendera itu simbol. Kalau rakyat sampai nyari simbol baru, berarti ada yang nggak beres sama simbol lama.” Ia tetap pasang bendera merah putih, tapi sebelahnya ada poster Luffy yang ia sebut “pejuang sejati, nggak suka tipu-tipu.” Ucapannya diamini warga yang mampir, sebagian sambil cek harga beras lewat HP.
Fenomena ini tentu bikin para pejabat bingung. Ada yang menuduh rakyat kurang nasionalis, ada pula yang berusaha mengakomodasi dengan menyebut One Piece sebagai wujud "ekspresi kebangsaan generasi digital." Tapi bagi Mang Midun dan kawan-kawan, ini cuma cara sederhana menyampaikan pesan: kita ingin pemimpin yang jujur, setia kawan, dan tahu arah layar.
Agustus kali ini memang berbeda. Tapi bukan berarti kehilangan makna. Di antara merah putih dan bendera One Piece, terselip harapan dan kritik dalam satu tiupan angin. Seperti kata Mak Irah sambil menjemur kerupuk, “Kalau pemerintah bisa baca simbol, mereka harusnya sadar: rakyat sudah bosan jadi penumpang yang cuma disuruh percaya tanpa tahu mau ke mana (***)