![]() |
Mang Midun, Jek Pakis, dan Mak Irah terlibat obrolan hangat yang agak tak biasa. Bukan soal harga sembako atau bansos, tapi soal bendera bajak laut. |
Suatu siang yang panas, di bawah pohon jengkol langganan mereka, Mang Midun, Jek Pakis, dan Mak Irah terlibat obrolan hangat yang agak tak biasa. Bukan soal harga sembako atau bansos, tapi soal bendera bajak laut. “Eh, anakku tadi pagi masang bendera One Piece di pagar rumah,” kata Jek Pakis sambil nyengir. “Latar hitam, ada tengkorak pakai topi jerami. Kupikir tadi bendera ormas baru!” Mang Midun langsung tergelak, sementara Mak Irah cuma geleng-geleng kepala sambil bilang, “Itu bendera impian, bukan ancaman.”
Buat anak muda, One Piece adalah lambang petualangan dan kebebasan. Tapi buat para tokoh marjinal seperti mereka, bendera itu justru menyulut nostalgia dan imajinasi. “Bayangin, kalau kita punya kapal sendiri, bisa kabur dari tagihan listrik, utang warung, dan aplikasi pinjol!” kata Mang Midun penuh semangat. “Kapalnya bukan Thousand Sunny, tapi Kapal Sabar-sabar Aja,” sambung Mak Irah, disambut tawa pecah dari dua temannya.
Menurut Jek Pakis, bendera bajak laut itu lebih jujur ketimbang bendera partai. “Tengkoraknya jelas, niatnya jelas: cari harta karun. Nggak kayak bendera yang muncul pas kampanye doang, habis itu hilang tanpa kabar,” katanya, sambil menyindir halus kehidupan politik yang makin tak bisa ditebak. Mak Irah menambahkan, “Setidaknya kru Luffy itu loyal, saling bantu. Lha ini, kadang tetangga rebutan bantuan karena daftar nama nggak sinkron.”
Obrolan makin liar. Mereka mulai membayangkan jadi kru bajak laut. Mang Midun jadi navigator yang cuma bisa baca peta kampung. Jek Pakis bagian keamanan, bersenjatakan sapu lidi. Mak Irah? Jelas bagian dapur, spesialis mie instan berbagai rasa. “Nggak ada logistik, kita sandar aja di warung Wak Jum,” celetuk Mang Midun. Lucunya, mereka malah serius menyusun struktur organisasi bajak laut ala RT.
Meski cuma khayalan, mereka menyadari bahwa hidup memang mirip petualangan. Bedanya, mereka tak mengejar One Piece, tapi "One Peace", ketenangan hidup walau serba pas-pasan. “Bendera bajak laut itu bukan soal kriminalitas, tapi simbol semangat untuk nggak menyerah,” kata Mak Irah bijak. “Kalau anak-anak kita suka, ya biarin. Daripada ikut-ikutan hal yang betulan nyusahin.”
Akhirnya, mereka sepakat: kadang kita memang butuh simbol, entah itu bendera merah putih, bendera partai, atau bahkan bendera bajak laut, untuk terus berharap dan bertahan. Dan selama masih bisa tertawa di bawah pohon jengkol, dengan kopi sachet dan gorengan dua ribu, mereka tahu bahwa hidup ini, meski tak sehebat kisah anime, tetap layak dijalani seperti kru bajak laut sejati: kompak, nekad, dan pantang menyerah (***)