Notification

×

Iklan

Iklan

Mengapa PSI Meninggalkan Ucapan Sukarno?

Kamis, 24 Juli 2025 | 21.14.00 WIB | 0 Views Last Updated 2025-07-25T07:01:26Z

 



Oleh: M. Irwan P. Ratu Bangsawan 

Dulu, PSI begitu khidmat mengutip ucapan Bung Karno: “Bunga mawar tidak mempropagandakan harum semerbaknya. Dengan sendirinya harum semerbaknya itu tersebar di sekelilingnya.” Sebuah kalimat puitis yang membuat siapa pun merasa PSI adalah taman bunga ideologis, bukan ladang propaganda. Tapi kini, mawar itu telah dicabut dari akar-akarnya. Digantikan seekor gajah. Iya, gajah. Hewan yang jika dipelihara di taman bunga, bisa injak semua kelopaknya tanpa rasa bersalah.


Mungkin PSI mulai sadar bahwa aroma harum tidak cukup untuk bersaing di dunia politik. Harum semerbak tak mampu mengusir aroma pragmatisme politik. Mawar tak bisa bersuara lantang di tengah bisingnya parlemen. Dan sayangnya, seperti kata Bung Karno juga, "Revolusi belum selesai." Tapi PSI tampaknya memutuskan revolusi bunga sudah tamat. Kini saatnya parade gajah.


Gajah itu besar, kuat, dan penuh daya ingat. Cocok untuk partai yang ingin selalu mengingat suara-suara anak muda—asal suara itu tidak terlalu kritis. Dan bukankah gajah juga simbol kesabaran? Sifat yang sangat penting saat partai Anda harus bersabar lima tahun sekali menunggu pintu Senayan terbuka. Sayangnya, seperti yang kita tahu bersama, gajah juga dikenal takut pada api. Mungkin karena itu PSI enggan mendekati isu-isu panas.


Yang tragis adalah nasib kutipan Bung Karno itu. Dulu dipajang dengan bangga di situs resmi. Sekarang? Entah apakah kalimat itu masih diingat, atau ikut dikubur bersama mawar yang tak lagi relevan. Padahal mawar itu tidak pernah meminta untuk jadi simbol. Ia hanya ingin mekar dan menyebar aroma. Tapi tampaknya di politik, mekar saja tidak cukup. Harus mengaum, atau terinjak.


Dan dengan pergantian ini, jangan kaget jika suatu saat PSI mengutip kata bijak dari gajah: “Yang penting bukan harum, tapi tampil menonjol!” Sungguh evolusi politik yang dramatis: dari aroma elegan ke stomping power. Dari bunga yang diam-diam memikat, ke hewan raksasa yang harus diperhatikan semua orang, suka atau tidak suka.


Jadi, mengapa PSI meninggalkan ucapan Sukarno? Mungkin karena mereka sadar: di era algoritma dan konten viral, bunga tidak trending. Yang trending adalah langkah kaki besar, suara gaduh, dan logo yang bisa dipakai di spanduk besar-besar. Harum tak lagi cukup. Sekarang saatnya menghentakkan bumi. Meski, tentu saja, hati-hati kalau ketemu api (***)

×
Berita Terbaru Update