Notification

×

Iklan

Iklan

Karangan, Tradisi Unik Saat Menemukan Uang di Jalan

Kamis, 31 Juli 2025 | 09.21.00 WIB | 0 Views Last Updated 2025-08-01T00:59:13Z
Ilustrasi 

BANYUASIN POS – Tradisi lokal di Banyuasin tak hanya hidup dalam upacara adat atau pesta rakyat, tetapi juga hadir dalam keseharian anak-anak. Salah satu kebiasaan yang menarik adalah cara anak-anak Melayu Banyuasin memperlakukan uang yang ditemukan di jalan. Mereka tidak langsung mengambil dan menggunakannya, melainkan mengikuti sebuah ritual sederhana yang disebut “karangan” sebelum menggunakan uang tersebut.

Tradisi ini hidup di tengah masyarakat Melayu Banyuasin, sebuah kelompok etnis yang mendiami wilayah Kabupaten Banyuasin, Sumatera Selatan. Dikenal dengan kekayaan adat istiadatnya, masyarakat ini memiliki pandangan unik terhadap uang yang ditemukan tanpa diketahui siapa pemiliknya. Menurut kepercayaan lokal, uang tersebut tak boleh sembarangan diambil, apalagi langsung digunakan.

Anak-anak yang menemukan uang di jalan akan terlebih dahulu meletakkan “karangan”, sebuah batu kerikil berwarna merah, di lokasi ditemukannya uang. Batu itu dipercaya sebagai simbol penghormatan dan perlindungan, ditujukan kepada pemilik sah uang yang mungkin sedang dirundung kehilangan. Dengan begitu, tindakan mengambil uang tidak dianggap sebagai bentuk keserakahan, melainkan rezeki yang “diizinkan”.

Setelah meletakkan karangan dan menunggu sejenak, barulah uang tersebut boleh digunakan. Biasanya, anak-anak membeli jajanan sederhana seperti permen atau kempelang tunu, sejenis kerupuk bakar khas Banyuasin yang dimasak di atas bara arang. Aktivitas ini bukan sekadar soal jajan, tetapi juga bentuk kecil dari rasa syukur dan berbagi rezeki.

Tradisi ini menyimpan makna mendalam. Anak-anak diajarkan untuk tidak serakah, menghormati hak milik orang lain, dan menumbuhkan empati. Ada nilai keadilan yang tercermin dalam keyakinan bahwa jika ritual karangan diabaikan, maka uang yang dimiliki bisa saja hilang di kemudian hari — sebuah bentuk karma atau akibat dari tindakan yang tidak etis.

Lebih jauh, ritual ini menanamkan pemahaman bahwa setiap rezeki yang datang tidak serta-merta milik kita sepenuhnya. Harus ada pertimbangan moral dan niat baik di balik setiap tindakan. Anak-anak belajar untuk tidak semata-mata mengejar keuntungan, melainkan memahami makna dan konsekuensi dari keputusan mereka.

Sayangnya, tradisi ini kini mulai ditinggalkan. Pengaruh zaman dan perubahan gaya hidup membuat banyak anak tak lagi mengenal atau mengikuti ritual karangan. Padahal, nilai-nilai luhur yang terkandung di dalamnya sangat relevan dalam membentuk karakter yang jujur, bertanggung jawab, dan peka terhadap sesama.

Jika tidak dijaga dan dikenalkan kembali kepada generasi muda, tradisi seperti ini bisa hilang ditelan waktu. Oleh karena itu, penting bagi keluarga, sekolah, dan komunitas lokal untuk terus merawat tradisi ini, bukan hanya sebagai warisan budaya, tetapi juga sebagai pedoman etika dalam kehidupan sosial anak-anak Melayu Banyuasin (***) 

Langsung jadi yang terdepan dengan mengikuti berita dan artikel pilihan setiap hari di genggamanmu! Gabung sekarang ke WhatsApp Channel Banyuasinpos.com—cukup klik https://whatsapp.com/channel/0029VbBHumrCnA7qJz2aaw2O, Rasakan sensasi dapat kabar tercepat—kapan saja, di mana saja! Jangan sampai ketinggalan, ayo join sekarang juga!
×
Berita Terbaru Update