![]() |
Foto: nationthailand.com |
Mancanegara, Banyuasin Pos - Gencatan senjata yang diumumkan dengan penuh harap antara Thailand dan Kamboja pada Senin malam, 28 Juli 2025, rupanya tidak bertahan lama. Beberapa jam setelah kesepakatan resmi mulai berlaku, militer Thailand melaporkan adanya pelanggaran oleh pasukan Kamboja di sejumlah titik perbatasan. Insiden ini memicu kekhawatiran bahwa perdamaian yang diupayakan dengan penuh kerja keras bakal sulit diwujudkan.
Mayor Jenderal Winthai Suwaree, juru bicara militer Thailand, dengan tegas menyebut serangan tersebut sebagai pelanggaran nyata terhadap kesepakatan yang baru saja disepakati. Dilansir dari nationthailand.com, ia menyatakan penyesalan yang mendalam bahwa meskipun telah disepakati waktu gencatan senjata, pasukan Kamboja terus menggunakan senjata berat untuk menyerang beberapa lokasi di wilayah Thailand, ini memberi gambaran sebagai pelanggaran gencatan senjata yang disengaja.
Hal tersebut, merusak kepercayaan yang telah dibangun antara kedua negara. “Tentara Thailand mengutuk keras tindakan-tindakan ini.” Ucapnya.
“Begitu gencatan senjata mulai berlaku, kami mendeteksi serangan bersenjata oleh pasukan Kamboja di beberapa lokasi di wilayah Thailand. Ini jelas sebuah pelanggaran dan berpotensi merusak kepercayaan yang selama ini dibangun. Thailand tidak punya pilihan selain mengambil langkah mempertahankan diri,” Tambahnya.
Di sisi lain, Perdana Menteri Kamboja, Hun Manet, memberikan pandangan berbeda. Melalui unggahan di akun Facebook resminya pada Selasa pagi, ia menyatakan bahwa situasi di garis depan sudah lebih kondusif sejak gencatan senjata diumumkan. “Garis depan telah menunjukkan stabilitas sejak kesepakatan tersebut mulai berlaku,” tulisnya singkat.
Ketegangan yang muncul sesaat setelah kesepakatan ini menjadi sinyal bahwa proses perdamaian masih menghadapi sejumlah tantangan besar. Rencana pertemuan antara para pemimpin militer kedua negara pun segera dijadwalkan pada Selasa, 29 Juli, untuk mengupayakan penyelesaian dan memastikan agar kejadian serupa tidak terulang. Selain itu, Komite Perbatasan Gabungan antara Thailand dan Kamboja dijadwalkan kembali bertemu pada awal Agustus untuk membahas langkah-langkah maju demi meredam ketegangan yang masih mengintai.
Konflik berkepanjangan yang berakar pada perselisihan klaim wilayah perbatasan ini memang sudah berlangsung sejak Mei 2025. Kini, meski telah ada niat baik untuk menghentikan pertempuran melalui gencatan senjata tanpa syarat, realitas di lapangan menunjukkan betapa rapuhnya perdamaian apabila tidak didukung dengan komitmen penuh dari kedua belah pihak.
Dalam proses negosiasi yang difasilitasi oleh Perdana Menteri Malaysia Anwar Ibrahim, kedua negara sempat bersepakat untuk menjalankan gencatan senjata mulai 28 Juli tengah malam waktu setempat. Anwar saat itu mengatakan, “Kami telah mencapai kesamaan pandang, yaitu gencatan senjata segera dan tanpa syarat.”
Namun, skeptisisme sempat diungkapkan Penjabat Perdana Menteri Thailand Phumtham Wechayachai yang menilai, “Kami belum yakin Kamboja bertindak dengan niat baik berdasarkan perkembangan terakhir. Mereka perlu membuktikan keseriusan selama pembicaraan.”
Kini, dengan adanya laporan pelanggaran yang bersifat sporadis itu, tantangan untuk merealisasikan perdamaian sejati masih terbentang luas. Dunia internasional, termasuk Amerika Serikat dan China yang berperan sebagai mediator, terus mengawasi situasi ini dengan harapan jalur diplomasi dapat membawa solusi jangka panjang.(***)