Notification

×

Iklan

Iklan

Api Lama di Balik Candi Tua: Ketegangan Thailand-Kamboja dan Warisan Sriwijaya

Sabtu, 26 Juli 2025 | 11.59.00 WIB | 0 Views Last Updated 2025-07-27T00:42:47Z

 


Mancanegara, Banyuasin Pos -  Pada 24 Juli 2025 ini, setelah insiden tembakan dan ledakan ranjau di zona perbatasan yang disengketakan, khususnya di sekitar kompleks candi Preah Vihear, Ta Muen Thom, dan daerah sekitarnya yang memiliki nilai sejarah dan strategis bagi kedua negara. Ketegangan antara Thailand dan Kamboja kembali memanas. Bukan soal politik biasa, melainkan perebutan sebuah warisan masa lalu: candi-candi era Sriwijaya, yang dianggap sakral dan strategis oleh kedua negara. Siapa sangka, reruntuhan batu berusia ratusan tahun itu masih mampu membakar amarah dan membuka luka lama.


Konflik ini sebenarnya sudah berakar sejak lama, bahkan sejak zaman Raja Rama VI di Kerajaan Siam—sebuah persaingan yang dipicu oleh batas wilayah yang ditarik oleh kolonial Prancis dan kemudian diperdebatkan terus-menerus. Candi-candi yang jadi rebutan seperti Preah Vihear, Taan Thom, dan Ta Muen Thom bukan sekadar tumpukan batu; bagi kedua bangsa, mereka adalah simbol sejarah dan identitas yang tak bisa digantikan.


Sejarah mencatat, meski Mahkamah Internasional memenangkan Kamboja atas klaim Preah Vihear pada 1962, pertikaian soal wilayah sekitarnya nyaris tak pernah berhenti. Ledakan ranjau di zona sengketa Juli ini, yang melukai tentara Thailand, menjadi pemantik bentrokan bersenjata, lengkap dengan serangan udara dan evakuasi warga di kawasan perbatasan. Apakah ini peperangan atas batu atau atas harga diri yang memang terus dipertaruhkan?


Pertanyaan ini menggantung di langit kedua Negara tersebut, di tengah reruntuhan candi dan asap peperangan, di atas tanah yang dulu jadi saksi kejayaan Sriwijaya, kini berubah menjadi arena konflik geopolitik. Harus diakui, warisan sejarah yang seharusnya menyatukan justru terbelah menjadi sumber perseteruan. Bukankah seharusnya peninggalan luhur menghubungkan, bukan memecah?.


Meski upaya diplomasi terus diintensifkan oleh kedua pemerintah, perdamaian yang abadi masih terasa seperti mimpi jauh. Peristiwa ini mengingatkan kita: sejarah tak pernah benar-benar usang. Ia bisa menjadi senjata atau jembatan, tergantung bagaimana kita memilih untuk memaknainya sekarang.(***)

×
Berita Terbaru Update