![]() |
Jabal Uhud |
Pemimpin Redaksi Banyuasin Pos
Rasulullah ﷺ bersabda, “Uhud adalah gunung yang mencintai kami, dan kami pun mencintainya. Ia kelak akan berada di surga.” Hadis riwayat Bukhari dan Muslim ini menegaskan keistimewaan Gunung Uhud, salah satu bukit yang dijanjikan akan menjadi bagian dari surga. Gunung ini bahkan pernah menunjukkan rasa gembira ketika Rasulullah ﷺ bersama para sahabat mendekatinya — tubuhnya bergetar, seolah menari dalam sukacita — hingga kemudian Nabi menenangkan dan meneguhkannya kembali dengan lembut. Betapa indah hubungan antara makhluk yang diam dengan kekasih Allah yang penuh kasih.
Di Madinah, Uhud bukan hanya gunung; ia seperti sahabat lama yang menjaga kota dengan kesetiaan. Setiap batu di lerengnya menyimpan cerita: tentang darah para syuhada, tentang doa yang menetes di antara pasir, dan tentang cinta yang tidak pernah terputus antara manusia dan alam. Mungkin, dari sinilah kita belajar bahwa cinta sejati tidak selalu harus bersuara. Ia bisa hadir dalam keheningan, dalam keteguhan yang tidak mencari perhatian, seperti Uhud yang berdiri tenang di bawah langit Madinah.
Gunung itu telah lama menjadi simbol keabadian cinta — cinta yang tidak lekang oleh waktu, tidak berubah oleh musim. Ketika Nabi ﷺ menyebut bahwa Uhud akan berada di surga, itu bukan sekadar penghormatan, melainkan pengakuan bahwa ada ruh yang hidup di balik bebatuan itu. Ia telah menyerap energi doa, sabar, dan pengorbanan; dan di situlah, mungkin, letak rahasianya: bahwa yang mencintai Rasulullah dengan tulus, bahkan sekalipun ia batu, akan dinaikkan derajatnya oleh Allah.
Melihat Uhud adalah seperti menatap cermin kehidupan. Di sana ada luka, tapi juga ada keteguhan. Ada sejarah pertempuran, tapi juga ada keheningan zikir. Uhud tidak pernah membalas bencana dengan amarah; ia tetap berdiri sabar, seperti seorang kekasih yang menunggu pertemuan berikutnya. Dalam diamnya, ia mengajarkan manusia tentang bagaimana cara mencintai: tanpa pamrih, tanpa syarat, dan tanpa keluh kesah.
Barangkali Tuhan menitipkan kepingan surga itu di bumi agar manusia tidak tersesat dalam kesementaraan. Di dunia yang bising dan tergesa, Uhud mengingatkan kita untuk kembali menunduk, mendengar napas bumi, dan menyadari bahwa alam pun bisa rindu kepada Nabi. Bahwa cinta sejati tidak hanya tumbuh di hati manusia, tapi juga bersemayam di gunung-gunung, di air, di langit, dan di segala ciptaan-Nya.
Dan mungkin, menjadi seperti Uhud adalah jalan kecil menuju surga: teguh tapi lembut, besar tapi tidak sombong, diam tapi penuh cinta. Sebab siapa tahu, dalam kesetiaan yang sederhana itu, Tuhan sedang menyiapkan tempat yang sama bagi hati-hati yang belajar mencintai seperti Jabal Uhud — kepingan surga yang sementara dititipkan di bumi (***)
Bandara Jeddah KSA, 9 Oktober 2025