-->

Notification

×

Iklan

Iklan

Raudoh, Tempat Hati Belajar Berbisik Lebih Pelan

Rabu, 08 Oktober 2025 | 16.58 WIB | 0 Views Last Updated 2025-10-08T09:58:59Z


Oleh: M. Irwan P. Ratu Bangsawan

Pemimpin Redaksi Banyuasin Pos 

Ada tempat di bumi ini di mana waktu seolah kehilangan keberaniannya untuk berlari. Di tempat itu, langkah kaki menjadi lebih hati-hati, dan suara manusia melembut seperti angin yang lewat di antara tiang-tiang putih. Namanya Raudoh—sepetak kecil antara mimbar dan makam Nabi Muhammad ﷺ di Masjid Nabawi. Banyak yang menyebutnya taman surga, tapi bagi banyak hati yang datang ke sana, Raudoh adalah ruang belajar—bukan tentang kata-kata, melainkan tentang keheningan.


Di Raudoh, manusia seperti kembali menjadi dirinya yang paling jujur. Tak ada gelar, tak ada gengsi, tak ada peran yang harus dimainkan. Hanya ada tubuh yang lelah perjalanan dan hati yang mendadak merasa ringan. Mereka yang datang ke sana tidak sedang mencari keajaiban besar, tapi kelegaan kecil: kesempatan untuk menunduk tanpa merasa kalah. Sebab di Raudoh, menunduk adalah bentuk tertinggi dari kebahagiaan.


Saya masih ingat bagaimana pertama kali menjejak karpet hijaunya. Ada desir yang sulit dijelaskan, semacam getar yang bukan datang dari udara, melainkan dari dada sendiri. Orang-orang berdoa dalam diam, dan entah mengapa, diam itu justru terasa paling ramai. Tidak ada mikrofon, tidak ada pengeras suara, tapi Raudoh dipenuhi bisikan yang menggema ke langit—bisikan yang tidak butuh teriak untuk sampai.


Di sanalah hati belajar berbisik lebih pelan. Karena ternyata, tidak semua doa perlu diceritakan dengan panjang. Ada doa yang cukup diletakkan di antara dua tarikan napas, ada harapan yang hanya perlu diserahkan, bukan dijelaskan. Di Raudoh, kita belajar bahwa Allah tidak tuli, dan bahwa keheningan pun bisa berbicara lebih jujur daripada seribu kalimat.


Raudoh juga mengajarkan bahwa jarak antara bumi dan langit tidak sejauh yang kita kira. Bahwa setiap air mata yang jatuh di sana bukan kelemahan, melainkan bentuk komunikasi tertua antara manusia dan Tuhannya. Orang menangis bukan karena lemah, tapi karena akhirnya mengerti: tidak semua yang kita genggam harus dimenangkan; sebagian cukup diserahkan.


Maka, ketika akhirnya kita melangkah keluar dari Raudoh, dunia di luar tampak sedikit berbeda. Suara menjadi lebih pelan, langkah terasa lebih ringan, dan hati tidak lagi berisik seperti dulu. Mungkin begitulah cara Raudoh bekerja—ia tidak mengubah hidup kita dalam sehari, tapi mengajari kita satu hal sederhana: bahwa kebahagiaan sering bersembunyi di antara napas yang tenang dan doa yang diucapkan tanpa suara (***)

Hotel Hayah Plaza Kota Madinah Kamar 425

×
Berita Terbaru Update