![]() |
Presiden Prabowo Subianto |
Banyuasin Pos — Presiden Prabowo Subianto kembali menunjukkan komitmennya terhadap perjuangan kemanusiaan di Palestina. Minggu (12/10/2025) malam, tanpa banyak seremoni, ia bertolak ke Mesir untuk menghadiri Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Perdamaian Gaza. Undangan itu datang mendadak, namun menurut Menteri Sekretaris Negara Prasetyo, Presiden merasa tak pantas menolak panggilan penting demi ikhtiar perdamaian.
“Beliau sampaikan langsung, undangannya baru diterima kemarin. Walaupun waktunya mepet, namun permintaan itu sifatnya khusus dan penuh harapan,” ujar Prasetyo usai menghadiri pertemuan terbatas di kediaman Prabowo di Jalan Kertanegara, Jakarta.
Tak hanya hadir sebagai tamu, Indonesia membawa niat besar: bukan sekadar menyaksikan, tapi siap ikut menjaga perdamaian bila benar-benar tercapai. Presiden Prabowo bahkan telah lebih dulu menyampaikan di Sidang Majelis Umum PBB pekan lalu bahwa Indonesia siap mengirim 20.000 prajurit sebagai pasukan perdamaian, khususnya jika Gaza memasuki masa transisi damai.
Instruksi awal kepada TNI pun sudah dikeluarkan. Wakil Panglima TNI hadir dalam rapat terbatas tersebut dan diminta mulai melakukan persiapan. “Kalau nanti kesepakatan damai terwujud dan Indonesia diminta membantu, kita tidak boleh mundur. Janji itu harus ditepati,” lanjut Prasetyo.
Lebih jauh, Prasetyo bahkan menyebut Indonesia bukan hanya sekadar menunggu permintaan. “Bisa jadi justru kita yang menawarkan. Kalau situasinya kondusif dan kesepakatannya konstruktif, kami siap mengambil peran lebih,” katanya.
Sikap ini sejalan dengan pesan Prabowo di PBB yang menegaskan bahwa perdamaian bukan hanya soal diplomasi meja bundar, tetapi juga keberanian mengambil tanggung jawab. “Di Gaza, Ukraina, Sudan, atau di mana pun perdamaian perlu ditegakkan — Indonesia siap,” ucapnya kala itu.
Keberangkatan Prabowo ke Kairo menjadi babak baru dari diplomasi Indonesia di kancah global. Langkah yang mungkin tak membuat gegap gempita politik dalam negeri, tapi bisa jadi meninggalkan jejak penting dalam sejarah kemanusiaan dunia.
Warga Indonesia hanya bisa berharap, pertemuan para pemimpin dunia di Mesir bukan lagi sekadar sesi foto dan pidato — melainkan awal nyata dari hentinya dentuman bom di langit Gaza (***)