-->

Notification

×

Iklan

Iklan

Antara Kereta Cepat dan Akal yang Lambat

Sabtu, 11 Oktober 2025 | 11.37 WIB | 0 Views Last Updated 2025-10-11T04:37:27Z
Pandangan Redaksi Banyuasin Pos 

Kita hidup di zaman serba cepat. Kereta cepat, internet cepat, transaksi cepat — bahkan cinta pun kadang dipercepat lewat fitur "kirim bunga virtual". Tapi di antara semua kecepatan itu, ada satu hal yang sering tertinggal di stasiun: akal sehat.


Negara ini sedang sibuk bicara tentang proyek yang melaju 350 kilometer per jam, tapi sering lupa menanyakan: siapa yang membayar bahan bakarnya? Siapa yang menambal relnya kalau nanti retak? Kecepatan kadang membuat kita kehilangan kemampuan untuk berpikir pelan. Padahal, bijak itu lahir dari jeda, bukan dari terburu-buru.


Menteri Keuangan berdiri di tengah hiruk-pikuk itu, menolak mentah-mentah permintaan agar uang rakyat ikut menanggung utang kereta cepat. Orang-orang mungkin melihatnya galak, tapi mungkin itu bukan galak — itu waras. Kadang negara butuh sosok yang berani bilang “tidak” ketika semua orang sibuk bilang “ayo saja”.


Lucunya, di tengah masyarakat yang suka segala hal serba cepat, kita justru sering pelan dalam belajar tanggung jawab. Proyek jalan, dana bocor, publik marah, lalu diam — sampai proyek baru datang lagi. Begitu terus, seperti rel yang melingkar ke tempat yang sama.


Mungkin kita perlu mengingat pelajaran sederhana: kecepatan tidak selalu kemajuan. Kereta boleh cepat, tapi arah tetap harus jelas. Kalau tidak, kita hanya akan sampai lebih cepat ke tempat yang salah.


Negara bukan sedang menolak kereta cepat, tapi sedang menagih agar akal sehat ikut naik ke gerbong depan. Karena tanpa itu, seberapa pun cepatnya kita berlari, kita tetap tak sampai ke tujuan yang benar (***) 

×
Berita Terbaru Update