![]() |
Foto Reuters |
Banyuasin Pos - Di antara puing dan debu, Gaza mulai bernafas kembali. Setelah berbulan-bulan suara ledakan menjadi latar kehidupan, kini yang terdengar hanyalah langkah kaki orang-orang yang pulang—mereka yang masih bertahan, dengan luka yang belum sempat sembuh.
Dari Washington, Presiden Amerika Serikat Donald Trump mengumumkan bahwa perang di Gaza resmi berakhir. Ia menyebut kesepakatan damai telah dicapai: Hamas akan membebaskan para sandera, dan sebagai imbalannya Israel akan melepaskan sekitar 2.000 tahanan Palestina.
Kabar ini disambut dengan napas panjang oleh dunia. Namun di Gaza, maknanya lebih dari sekadar “akhir perang”. Ini adalah awal dari perjalanan panjang untuk pulang, membangun kembali rumah, dan menata hati yang porak-poranda.
Sementara itu, di jalanan Gaza yang berdebu, warga mulai kembali. Mereka membawa karung berisi pakaian, foto keluarga, dan doa yang belum sempat dipanjatkan. Seorang ibu memungut batu bata dari sisa rumahnya, berharap bisa membangunnya lagi suatu hari nanti. Seorang anak kecil memeluk boneka yang setengah terbakar — satu-satunya kenangan dari rumahnya yang hilang.
Perang boleh berhenti, tetapi penderitaan Gaza belum benar-benar usai. Listrik masih padam, air bersih masih sulit, dan ketakutan belum benar-benar lenyap. Namun di antara reruntuhan, ada satu hal yang tumbuh pelan-pelan — harapan (***)