![]() |
Kince Sumsum |
Di Banyuasin, ada satu kudapan manis yang tidak hanya menggoda lidah, tetapi juga mengajarkan tentang cara hidup. Namanya Kince Sumsum. Sekilas, ia hanya bubur lembut yang disiram saus manis dari durian dan gula merah. Namun jika kita berhenti sejenak, setiap adonannya menyimpan cerita, filosofi, bahkan nasihat yang diwariskan diam-diam oleh para leluhur.
Proses membuat Kince Sumsum membutuhkan kesabaran. Tepung beras harus dicampur perlahan, diaduk tanpa henti agar tidak menggumpal, dan dimasak dengan api yang tepat. Setiap adukan adalah latihan kesabaran, seakan hendak mengatakan: dalam hidup, apa pun yang terburu-buru hanya akan membuat segalanya berantakan. Hidup yang lembut, seperti bubur sumsum, lahir dari ketekunan yang dijalani dengan hati lapang.
Saus kince yang menjadi pasangan bubur ini juga menyimpan makna. Perpaduan durian, gula merah, santan, dan gula pasir menghasilkan rasa manis, gurih, dan harum sekaligus. Rasanya mengingatkan kita bahwa hidup bukan hanya tentang satu rasa. Ada pahit, ada manis, ada gurih, bahkan ada aroma yang tajam. Semua berbeda, tapi ketika menyatu, justru melahirkan harmoni. Begitu pula kehidupan manusia yang tidak pernah seragam, tetapi bisa indah jika diterima dengan ikhlas.
![]() |
Ilustrasi |
Bahan-bahan Kince Sumsum juga mengajarkan tentang kedekatan manusia dengan alam. Daun pandan memberi warna, santan menghadirkan gurih, gula merah membawa manis alami, hingga durian menambahkan ciri khas. Dari semua itu kita diingatkan bahwa alam selalu memberi dengan caranya sendiri. Manusia hanya perlu tahu cara menghargainya, sebagaimana orang Banyuasin menghargai setiap hasil bumi yang mereka olah menjadi hidangan penuh makna.
Lebih dari sekadar makanan, Kince Sumsum adalah pengikat kebersamaan. Ia biasa hadir di pagi hari untuk sarapan, menemani sore yang tenang, atau menjadi kudapan dalam acara sedekahan. Disajikan di mangkuk atau piring, ia bukan hanya pemenuh perut, tetapi alasan sederhana untuk duduk bersama, berbagi cerita, dan menertawakan keseharian. Dari situ kita tahu, makanan punya kuasa untuk menyatukan hati.
Pada akhirnya, Kince Sumsum adalah semacam pesan sunyi dari masa lalu. Ia mengajarkan kita untuk sabar, menerima perbedaan, dekat dengan alam, dan selalu berbagi. Jadi, setiap kali kita menyuap bubur lembut ini dengan saus kince yang manis, sesungguhnya kita sedang merasakan lebih dari sekadar rasa—kita sedang membaca ulang nasihat lama: bahwa hidup yang baik selalu lahir dari kesabaran, rasa syukur, dan kebersamaan (***)