Notification

×

Iklan

Iklan

Gaji Fantastis dan Bonus Pajak Gratis, Enaknya Jadi DPR

Senin, 25 Agustus 2025 | 11.35 WIB | 0 Views Last Updated 2025-08-26T11:23:59Z

Dokumentasi Anggota Parlemen yang tertidur. Dok: Merdeka.com



Opini, Banyuasin Pos — Negeri yang katanya berlandaskan Pancasila, yang mengusung cita-cita luhur keadilan sosial bagi seluruh rakyat, kita disuguhkan pertunjukan yang jauh dari semangat itu. 

Anggota DPR, para wakil rakyat yang dipilih untuk membawa aspirasi dan memperjuangkan hak-hak masyarakat, justru menerima gaji fantastis lebih dari Rp100 juta per bulan. Belum lagi, tunjangan rumah Rp50 juta, dan yang paling mengejutkan—pajak penghasilan mereka ditanggung oleh negara. Iya, oleh negara; oleh rakyat yang berkeringat membayar pajak dari penghasilan serba pas-pasan, mereka justru terbebas dari beban yang sama. 

Sementara itu, di seberang sana, jutaan rakyat kecil bergelut dengan realitas pahit: susah cari kerja, bekerja banting tulang tapi masih susah makan, apalagi membayar pajak yang terasa seperti beban paling berat dalam hidup. Ibu-ibu penjual sayur di pasar tradisional mengeluh harga barang naik, petani yang berharap panennya cukup menutup kebutuhan, pemuda pengangguran yang hanya bisa bermimpi—mimpi yang sama sekali tak terjangkau menjadi anggota DPR dengan gaji selangit dan pajak gratis. Tapi, di balik gemerlap kursi parlemen, kehidupan anggota DPR tampak bagaikan panggung opera mewah tanpa beban. Mereka bisa menikmati gaji luar biasa tanpa harus pusing soal pajak, malah bisa bersenang-senang dengan joget-joget viral yang mendadak jadi headline. 


Pajak? Biar negara yang urus, rakyat yang tanggung. Betapa indahnya impian menjadi anggota DPR: hidup nyaman, penghasilan mentereng, dan bisa joget-joget. 


Tak sedikit dari mereka yang melangkah ke dunia politik adalah wajah-wajah yang kita kenal dari televisi; artis, komedian, public figure. Namun, pertanyaan besar yang terus mengganggu adalah: Apakah mereka benar-benar ingin mengabdikan diri untuk rakyat, atau sekadar menjadikan politik sebagai lahan sampingan yang menggiurkan? Atmosfer politik yang dulunya sigmatis dan bermartabat kini berubah bak panggung variety show yang ramai dengan aksi joget dan parodi, yang bukannya membawa solusi tapi malah merendahkan martabat parlemen. 


Video-video viral dari anggota DPR yang beraksi bak selebritas, termasuk parodi joget ala Eko Patrio, bukan sekadar pengalih perhatian. Mereka adalah cermin dari kehampaan fungsi parlemen yang seharusnya menjadi benteng demokrasi dan aspirasi rakyat. Sebuah panggung sandiwara yang menguras pajak rakyat tapi malah memperlihatkan tontonan memalukan. 


Tak heran, di ruang maya kembali bergema suara yang dulu pernah disampaikan oleh Presiden Abdurrahman Wahid, Gus Dur. Kala itu, Gus Dur dengan berani mengambil langkah luar biasa membekukan MPR dan DPR, mengritik DPR sebagai "taman kanak-kanak." Sindiran itu, yang sempat jadi kontroversi, nyatanya sampai sekarang tetap selalu menohok dan cukup relevan. 


DPR yang seharusnya menjadi lembaga yang serius dan bertanggung jawab kini justru terlihat seperti taman bermain bagi para politisi yang sibuk dengan urusan kepopuleran dan kenyamanan pribadi. Warganet yang mengingat kembali momen tersebut bukan hanya berusaha mengkritik, tapi sekaligus menyuarakan kekecewaan mendalam atas realita politik yang semakin jauh dari ideal. Mereka berharap DPR bisa kembali mengemban tugas mulianya, bukan sibuk dengan gaji besar, tunjangan mewah, dan joget-joget yang jadi bahan tertawaan. 


Pada akhirnya, DPR yang kita miliki hari ini tampaknya menjadi simbol politik yang amburadul: di mana kekuasaan dan popularitas menjadi target utama, bukan pengabdian serius. Sebuah panggung mahal yang menguras pajak rakyat, tapi hanya menyajikan drama dan sandiwara yang memalukan. Negeri Pancasila seakan menjadi panggung teater di mana para aktornya menikmati kemewahan tanpa beban, dan rakyat menjadi penonton yang kecewa dan terluka. 


Sudah waktunya tirai sandiwara ini ditutup. DPR harus kembali ke fungsi sejatinya: menjadi wakil rakyat yang berintegritas, jujur, dan bekerja keras. Bukan menjadi pesohor panggung joget dengan pajak gratis dan gaji mentereng. Kalau tidak, jangan heran jika kepercayaan rakyat akan cepat luntur, dan marwah demokrasi terus menipis di negeri yang sebenarnya punya rencana besar bernama Pancasila.(***)
×
Berita Terbaru Update