Notification

×

Iklan

Iklan

Dulu Teriak "Hukum Mati Koruptor", Kini Noel Justru Ngemis Amnesti!

Sabtu, 23 Agustus 2025 | 09.23 WIB | 0 Views Last Updated 2025-08-23T03:59:56Z
Eks Wamennaker Immanuel Ebenezer alias Noel 
Oleh: M. Irwan P. Ratu Bangsawan 
Pimred Banyuasin Pos 

Dunia ini memang penuh kejutan. Ada orang yang dulu teriak lantang: “Koruptor harus dihukum mati!” Tapi sekarang, setelah dirinya terseret ke gedung KPK dengan rompi oranye, kalimat yang keluar justru: “Semoga saya dapat amnesti.” Nama orang itu: Immanuel Ebenezer. Panggil saja Noel. Ya, Noel yang dulu garang, kini jadi Noel yang lembek.

Kalau dulu kita dengar suaranya, seperti singa yang mengaum di podium. “Koruptor bansos Covid layak dihukum mati!” katanya sambil mengepalkan tangan. Sekarang, kepalan itu berubah jadi tangan yang menengadah, berharap belas kasihan dari Presiden. Ironi macam apa ini? Dari macan podium berubah jadi kucing basah di hadapan hukum.

Bahkan jejak digital Noel bisa jadi tontonan komedi. Di X (dulu Twitter), ia menulis: “HUKUM MATI KORUPTOR!!!” lengkap dengan tanda seru berderet. Kini, tulisan itu tak ubahnya poster lawas yang dipajang di dinding kamar, sementara pemiliknya sudah menukar idealisme dengan seragam tahanan KPK. Kalau saja jejak digital bisa tertawa, mungkin sudah ngakak sampai hard disk panas.

Fenomena Noel ini sebetulnya bukan baru. Banyak politisi yang kuat di kata, lemah di perbuatan. Mulutnya penuh petir, tapi langkahnya seperti sandal jepit: gampang putus saat dipakai menapak jalan licin. Slogan “hukum mati” ternyata hanya berlaku untuk orang lain, bukan untuk diri sendiri. Begitu giliran kena, hukum mati mendadak berubah jadi “hukum kasih sayang.”

Publik tentu bingung: harus menangis atau tertawa? Di satu sisi, ini tragedi politik. Tapi di sisi lain, polanya begitu kocak. Ibarat nonton stand up comedy gratis, bedanya panggungnya di KPK. Dari sini kita belajar satu hal: jangan pernah terlalu percaya pada mereka yang berteriak paling keras, karena bisa jadi mereka sedang mempersiapkan alibi paling halus.

Maka, apa yang bisa kita simpulkan dari drama Noel ini? Sederhana saja: hukum seharusnya tidak ikut-ikutan mood manusia. Kalau dulu dia minta koruptor dihukum mati, sekarang minta amnesti, ya itu urusan dia. Negara ini tak boleh berubah jadi pasar malam tempat hukum bisa dinego. Kalau Noel benar-benar terbukti korup, ya jalani saja. Kalau minta hiburan, boleh—tapi cukup lewat cuitan lamanya sendiri yang kini jadi bahan lelucon nasional (***) 



×
Berita Terbaru Update