![]() |
Sebuah Puisi. Foto: Ilustrasi |
Puisi
Oleh: Pebriyan Arisca P
Delapan puluh tahun telah berlalu,
Sejak darah dan peluh tumpah di bumi pertiwi,
Janji suci itu tergenggam di tangan bangsa,
Merdeka, benteng harap di balik kelam penindasan.
Namun, oh nasib rakyat di pagi yang kian gersang,
Harga beras melambung seperti peluru tajam,
Inflasi menggerogoti asa dalam tiap nafasku,
Uang delapan puluh ribu, bagai pasir yang tergerus angin.
Pemerintahan berjalan di atas panggung drama,
Janji-janji megah tergurat di atas kertas lusuh,
Tugas berat membangun negeri, terbalut dilema,
Sementara rakyat menahan lapar, menatap langit pilu.
Kemerdekaan, bukan sekadar bendera berkibar,
Ia adalah suara jiwa yang menuntut keadilan,
Dalam naungan merah putih, kami berdiri,
Mengharap tangan yang tak hanya memberi puisi kosong.
Bila kata-kata tak cukup menggetarkan sanubari,
Biarlah langkah dan suara rakyat menjadi nyala,
Agar kemerdekaan yang hampir satu abad,
Tak hanya cerita masa lalu, tapi nyawa masa depan.(***)