-->

Notification

×

Iklan

Iklan

Menjaga Keadilan Tanpa Menggerus Marwah Penegak Hukum

Jumat, 17 Oktober 2025 | 20.07 WIB | 0 Views Last Updated 2025-10-17T13:07:45Z

Pandangan Redaksi Banyuasin Pos 

Putusan Mahkamah Konstitusi yang menegaskan bahwa operasi tangkap tangan (OTT) terhadap jaksa tak lagi perlu izin Jaksa Agung memang membawa napas segar bagi semangat keadilan. Di tengah maraknya tuntutan publik akan transparansi dan kesetaraan di depan hukum, keputusan ini seolah menjadi pengingat bahwa tidak ada seorang pun yang boleh berada di atas hukum — termasuk mereka yang sehari-hari menegakkannya.

Namun, di sisi lain, perubahan ini juga menimbulkan pertanyaan wajar: sejauh mana kebebasan lembaga penegak hukum lain untuk melakukan OTT tidak disalahgunakan? Dalam sejarah hukum kita, sering kali semangat pemberantasan korupsi terjebak di antara dua kutub: antara idealisme keadilan dan praktik kekuasaan. Ketika satu lembaga diberi keleluasaan besar tanpa kontrol yang seimbang, selalu ada risiko munculnya penyalahgunaan kewenangan dengan alasan “penegakan hukum”.


Di tengah semangat ini, kita perlu jujur mengakui bahwa jaksa, seperti juga hakim, polisi, atau pejabat negara lainnya, adalah manusia. Mereka bisa berbuat salah, tapi juga bisa jadi korban sistem yang belum sempurna. Karena itu, keputusan MK harus dipahami bukan sebagai pelucutan wibawa Kejaksaan, melainkan sebagai koreksi terhadap sistem yang terlalu hierarkis dan menutup ruang akuntabilitas publik.


Redaksi berpendapat, tantangan terbesar ke depan bukan pada boleh atau tidaknya jaksa ditangkap tanpa izin, melainkan pada bagaimana memastikan bahwa setiap proses hukum berjalan dengan adil, proporsional, dan bebas dari kepentingan politik. Tanpa transparansi dan mekanisme pengawasan yang kuat, keadilan bisa berubah menjadi alat tawar-menawar di balik meja kekuasaan.


Kita juga perlu memastikan bahwa keputusan MK ini tidak diartikan secara serampangan oleh publik. Kewenangan OTT tanpa izin bukanlah lampu hijau untuk berburu kepala jaksa, tetapi sebuah penegasan bahwa hukum harus bergerak cepat ketika kejahatan nyata terjadi. Dalam praktiknya, semangat keadilan harus tetap beriringan dengan kehati-hatian — agar hukum tidak kehilangan arah dan menjadi panggung sensasi.


Akhirnya, keadilan bukan sekadar soal menangkap siapa yang bersalah, melainkan juga menjaga agar sistem hukum tetap dipercaya. MK telah membuka jalan menuju kesetaraan hukum, namun tugas menjaga keseimbangan moral dan profesionalitas kini berada di tangan para penegak hukum sendiri. Seperti kata pepatah lama, “keadilan tanpa kebijaksanaan hanyalah kekerasan yang dibungkus hukum.” (***) 

×
Berita Terbaru Update