Banyuasin Pos — Kasus Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) di Jakarta memicu kekhawatiran publik. Hingga Oktober 2025, jumlah kasusnya nyaris menembus dua juta pasien di tengah kondisi cuaca ekstrem dan polusi udara tinggi yang melanda Jabodetabek.(24/10)
Berdasarkan data Dinas Kesehatan DKI Jakarta, tercatat 1.966.308 kasus ISPA sejak Januari hingga Oktober 2025. Peningkatan signifikan mulai terjadi sejak Juli, bertepatan dengan musim kemarau basah dan memburuknya kualitas udara di wilayah perkotaan.
Kepala Dinas Kesehatan DKI Jakarta, Ani Ruspitawati, menjelaskan bahwa ISPA kini menjadi penyakit dengan jumlah kunjungan tertinggi di seluruh puskesmas ibu kota. Penyakit ini sangat mudah menular melalui droplet dan partikel aerosol, terutama di lingkungan padat penduduk dan ruang tertutup.
“ISPA menjadi kasus terbanyak yang kami tangani di fasilitas kesehatan dasar. Penularannya cepat, apalagi jika masyarakat abai terhadap perilaku hidup bersih dan sehat,” ujar Ani. Sementara itu, Pakar epidemiologi dan kesehatan global, Dicky Budiman, menilai peningkatan kasus ISPA disebabkan oleh kombinasi faktor alam dan perilaku manusia — mulai dari cuaca ekstrem, perubahan pola musim, hingga buruknya kualitas udara perkotaan.
“Fenomena kemarau basah dan perubahan pola musim berdampak tidak langsung terhadap peningkatan penyakit pernapasan. Virus penyebab ISPA lebih stabil di udara saat kondisi kering dan dingin,” jelas Dicky di Jakarta, Kamis (23/10/2025).
Menurutnya, fluktuasi suhu dan kelembapan turut memperpanjang masa hidup virus di udara. Aktivitas masyarakat di ruang tertutup dengan ventilasi minim juga memperbesar risiko penularan.
Dicky menyoroti bahwa penurunan disiplin pascapandemi memperburuk situasi. Banyak warga kini abai terhadap etika batuk, pemakaian masker, dan kebiasaan mencuci tangan, yang dulunya menjadi kebiasaan selama pandemi.
“Stres dan kelelahan fisik juga menurunkan daya tahan tubuh, membuat masyarakat lebih rentan terhadap infeksi pernapasan,” katanya.
Untuk menekan lonjakan kasus, Dicky menyarankan langkah pencegahan komprehensif, baik di tingkat individu maupun kebijakan publik. Di antaranya penggunaan masker N95 saat indeks polusi tinggi, pembatasan aktivitas luar ruangan pada jam puncak polusi, dan penggunaan air purifier di rumah atau kantor, terutama bagi anak-anak dan lansia. Ia juga menekankan pentingnya vaksinasi influenza tahunan karena memberikan perlindungan silang terhadap berbagai virus pernapasan.
“Jangan lupa vaksinasi influenza setiap tahun, jaga kebersihan tangan, dan beristirahat di rumah saat gejala muncul agar tidak menular ke orang lain,” imbau Dicky.
Lebih lanjut, ia mendorong pemerintah memperkuat pemantauan ISPA berbasis sentinel di puskesmas, serta mengintegrasikan data kesehatan dengan indeks kualitas udara harian dan pengendalian emisi lintas sektor.
“ISPA saat ini bukan sekadar masalah infeksi biasa. Tapi indikator stres ekologis perkotaan yang menuntut respons terpadu antara kesehatan masyarakat, lingkungan, dan kebijakan publik,” pungkasnya.



