![]() |
Ilustrasi |
Banyuasin Pos – Di tengah derasnya arus informasi di media sosial, buzzer politik kini menjadi tantangan serius bagi masyarakat. Mereka hadir dengan ribuan akun, menyebarkan pesan yang seringkali bias, bahkan tak jarang berupa hoaks, demi menggiring opini publik ke arah tertentu.
Fenomena ini membuat literasi politik semakin penting. Literasi politik bukan sekadar tahu siapa calon pemimpin atau partai mana yang bertarung, melainkan pemahaman yang lebih dalam tentang sistem politik, hak dan kewajiban warga negara, serta kemampuan menganalisis informasi secara kritis.
Dengan bekal literasi yang baik, masyarakat bisa lebih waspada dan tidak mudah terjebak oleh narasi manipulatif buzzer. Mereka bisa menimbang informasi, memilah mana fakta, mana opini, serta menentukan sikap politik berdasarkan pertimbangan rasional, bukan sekadar ikut arus.
Lalu bagaimana cara meningkatkan literasi politik di tengah gempuran buzzer? Pendidikan politik di sekolah dan kampus menjadi pintu awal. Anak muda perlu dibekali pemahaman yang sehat tentang demokrasi sejak dini. Selain itu, media sosial yang selama ini menjadi ladang buzzer juga seharusnya dipakai untuk hal yang lebih positif: menghadirkan informasi akurat, edukasi politik, dan ruang diskusi yang sehat.
Peran individu pun tak kalah penting. Masyarakat harus kritis dalam mengonsumsi informasi. Jangan mudah percaya pada kabar viral, biasakan memverifikasi berita, dan pastikan sumbernya dapat dipertanggungjawabkan.
Di era digital ini, literasi politik bisa menjadi tameng sekaligus senjata. Dengan masyarakat yang cerdas, demokrasi tidak mudah digoyang oleh buzzer, dan keputusan politik bisa diambil berdasarkan data serta pemahaman yang benar.
Ke depan, melawan buzzer politik bukan hanya soal membatasi akun-akun penyebar hoaks. Yang lebih penting adalah membangun kesadaran dan kecerdasan kolektif, agar ruang demokrasi kita tetap sehat, bersih, dan bermanfaat bagi rakyat (***)