![]() |
Enam kabupaten di Sumatera Selatan masuk daftar termiskin. Salah satunya dipimpin bupati super tajir Rp50,4 miliar dengan UMK hanya Rp3,6 juta. Dok: Istimewa |
Sumsel, Banyuasin Pos – Data kemiskinan terbaru mengungkapkan bahwa masih ada enam kabupaten di Provinsi Sumatera Selatan yang masuk dalam daftar wilayah dengan tingkat kemiskinan tertinggi. Fenomena ini menjadi sorotan publik karena memperlihatkan kesenjangan mencolok antara kekayaan elit lokal dan kondisi ekonomi masyarakat di akar rumput.
Salah satu kabupaten yang menduduki peringkat kedua termiskin justru dipimpin oleh seorang bupati dengan total harta kekayaan Rp50,4 miliar. Data ini bersumber dari Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) tahun terakhir.
Ironi bagi masyarakat yang menopang hidup dari pendapatan UMK (Upah Minimum Kabupaten) di wilayah tersebut hanya Rp3,6 juta per bulannya, jauh dari cukup untuk menopang kebutuhan hidup masyarakat secara ideal.
Berikut rangkuman kabupaten dengan tingkat kemiskinan tertinggi, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Sumsel:
Peringkat Kabupaten Persentase Kemiskinan Jumlah Penduduk Miskin (ribu) UMK 2025 (Rp)
1 Musi Rawas 14,35% 62,1 ribu 3.626.632
2 Kabupaten “X”* 13,80% 54,7 ribu 3.600.000
3 Lahat 12,90% 48,2 ribu 3.685.500
4 Musi Banyuasin 12,40% 50,0 ribu 3.740.000
5 Ogan Komering Ulu 11,75% 42,5 ribu 3.625.000
6 Ogan Ilir 11,20% 38,6 ribu 3.610.000
*Nama kabupaten urutan kedua disamarkan sementara dalam artikel ini untuk menghindari pelabelan negatif individu, namun kekayaan bupatinya tercatat Rp50,4 miliar dalam LHKPN.
Beberapa faktor utama yang membuat kemiskinan di enam kabupaten tersebut tetap tinggi antara lain:
- Minimnya lapangan kerja formal di wilayah pedesaan.
- Produktivitas pertanian yang stagnan, padahal mayoritas penduduk bekerja di sektor ini.
- Akses pendidikan dan kesehatan yang terbatas, terutama di daerah terpencil.
- Ketergantungan pada sektor primer, tanpa inovasi ekonomi baru.
- Pengelolaan sumber daya yang belum maksimal oleh pemerintah daerah.
Para aktivis dan akademisi mendesak pemerintah daerah untuk memperkuat program pengentasan kemiskinan berbasis pemberdayaan masyarakat, bukan hanya bantuan konsumtif.
Selain itu, transparansi dalam pengelolaan anggaran publik, termasuk program sosial dan dana desa, dinilai sangat penting agar masyarakat dapat ikut mengawasi.
“Rakyat tidak iri pada kekayaan pemimpinnya, yang mereka butuhkan adalah bukti nyata kehadiran negara di kehidupan sehari-hari,” Ujar Seorang Aktivis yang enggan disebutkan namanya. (**)