![]() |
Ilustrasi |
Banyuasin Pos – Kehadiran buzzer politik di tengah derasnya arus informasi digital kini menjadi fenomena yang sulit dihindari. Mereka hadir di lini masa media sosial, di grup percakapan, hingga ruang-ruang digital yang paling dekat dengan keseharian masyarakat. Perannya tidak bisa dianggap remeh, sebab opini publik kerap kali dibentuk—atau bahkan digiring—oleh narasi yang mereka sebarkan.
Namun, tidak semua kiprah buzzer politik berjalan di jalur etika. Sebagian di antaranya memilih cara-cara yang kasar dan tidak adil. Alih-alih menyampaikan gagasan politik dengan sehat, mereka justru mengandalkan fitnah, serangan pribadi, hingga propaganda tanpa dasar.
Salah satu wajah paling nyata dari praktik ini adalah penyebaran hoaks. Informasi palsu yang sengaja diciptakan dan disebarkan ke ruang publik sering kali menimbulkan kebingungan. Reputasi seseorang bisa rusak seketika, kepercayaan masyarakat pun terkikis. Lebih jauh lagi, hoaks dapat memengaruhi pilihan politik warga, bahkan arah kebijakan negara.
Bukan hanya hoaks, buzzer politik juga kerap memanfaatkan isu pribadi lawan politiknya untuk dijadikan bahan serangan. Rumor tak jelas asal-usulnya dilempar ke publik dengan tujuan mengaburkan persoalan inti. Dampaknya bukan hanya pada individu yang menjadi korban, tetapi juga pada kualitas demokrasi yang perlahan tergerus.
Lebih mengkhawatirkan lagi, ada pula buzzer yang menggunakan taktik intimidasi. Dengan akun anonim atau palsu, mereka melontarkan ancaman kepada pihak-pihak yang berbeda pendapat. Situasi ini membuat ruang digital terasa tidak aman, dan kebebasan berekspresi ikut tertekan.
Di tengah kondisi tersebut, masyarakat dituntut semakin cerdas. Literasi digital menjadi bekal penting agar kita mampu memilah mana informasi yang benar dan mana yang hanya jebakan hoaks. Kesadaran untuk memverifikasi sumber informasi harus tumbuh dari setiap individu.
Tanggung jawab ini bukan hanya milik masyarakat semata. Pemerintah, lembaga demokrasi, hingga platform media sosial juga dituntut mengambil langkah konkret untuk membatasi penyebaran konten palsu dan praktik tidak sehat para buzzer politik (***)