Notification

×

Iklan

Iklan

Rahasia di Balik Inai Pengantin Melayu Banyuasin: Ternyata Ada Semut Merah di Dalamnya!

Senin, 29 September 2025 | 09.00 WIB | 0 Views Last Updated 2025-09-29T04:10:59Z

Ilustrasi 

Banyuasin
 Pos – Di tengah masyarakat Melayu Banyuasin, persiapan pernikahan bukan hanya sekadar urusan calon pengantin dan keluarga inti. Ada kebersamaan yang hidup dalam setiap detail, termasuk ketika prosesi memasang inai dilakukan. Masyarakat sekitar turut hadir, membantu, dan menyemarakkan suasana. Nilai gotong royong ini menjadi napas yang meneguhkan ikatan kekeluargaan.


Dalam tradisi memasang inai, kita tidak hanya melihat ritual estetika semata. Ada makna simbolis yang diselipkan dalam setiap bahan yang digunakan. Daun inai, semut merah, nasi, dan air bukan sekadar pelengkap, melainkan lambang yang sarat doa dan harapan bagi pasangan yang akan mengarungi bahtera rumah tangga.


Daun inai menjadi bahan utama. Warnanya yang merah tua melekat kuat di kulit, seakan mengabadikan jejak keindahan. Bukan hanya mempercantik calon pengantin, inai juga dipercaya memiliki khasiat bagi kesehatan kulit, dari menyamarkan bekas luka hingga menjaga kebersihan pori-pori. Lebih dalam, warna merah tua itu melambangkan keindahan dan keabadian cinta, harapan agar rumah tangga tetap utuh sepanjang hayat.


Selain daun inai, semut merah hadir sebagai bahan penting yang mungkin terdengar asing bagi sebagian orang. Kehadiran hewan kecil ini bukan tanpa alasan. Kandungan asam formiat di dalam tubuh semut merah membantu mengawetkan daun inai agar lebih tahan lama. Dalam simbolik budaya, semut merah melambangkan keberanian dan kekuatan. Calon pengantin diharapkan memiliki daya juang yang sama dalam menghadapi segala dinamika pernikahan.


Tak kalah menarik, nasi juga turut masuk dalam campuran inai. Nasi dipilih karena mampu menambah kepadatan adonan dan memudahkan pengaplikasiannya ke kulit. Namun, makna yang tersimpan jauh lebih besar. Nasi menjadi lambang kelimpahan rezeki. Dengan menghadirkan nasi, keluarga besar mendoakan agar calon pasangan kelak senantiasa hidup dalam kecukupan dan keberkahan.


Air pun tidak bisa dipisahkan dari proses ini. Ia menjadi pengikat seluruh bahan, membuat adonan inai mudah dibentuk dan digunakan. Air melambangkan kebersihan, kesucian, sekaligus awal kehidupan baru. Bagi calon pengantin, air adalah simbol harapan agar langkah yang ditempuh senantiasa bersih dari niat buruk dan penuh dengan kesucian hati.


Jika ditelisik lebih dalam, keempat bahan itu sebenarnya adalah refleksi kehidupan manusia. Ada cinta dan keindahan dari inai, ada kekuatan dari semut merah, ada kelimpahan dari nasi, dan ada kesucian dari air. Semua berpadu, menghadirkan doa yang lengkap untuk mengantar pasangan muda menuju hari bahagia mereka.

Gedis Melayu Banyuasin 

Tradisi ini bukan sekadar seremonial, melainkan media untuk meneguhkan kebersamaan. Saat keluarga, tetangga, dan sahabat bergotong royong menyiapkan inai, terlihat jelas bahwa pernikahan adalah pesta masyarakat, bukan hanya pesta keluarga inti. Setiap orang ingin menjadi bagian dari momen sakral tersebut.


Di era modern yang serba praktis, nilai-nilai seperti ini semakin jarang kita jumpai. Banyak ritual adat mulai ditinggalkan karena dianggap kuno. Namun, di Banyuasin, tradisi memasang inai tetap dipertahankan, justru sebagai pengingat bahwa warisan leluhur menyimpan kearifan yang tak lekang oleh zaman.


Bagi Orang Melayu Banyuasin (OMB), prosesi inai adalah cermin kearifan lokal yang patut dijaga. Ia menyatukan makna estetika, doa, dan filosofi hidup dalam satu rangkaian. Masyarakat percaya, tanpa inai, ada bagian yang hilang dari sakralnya pernikahan.


Dengan demikian, tradisi memasang inai tidak hanya mewarnai jari calon pengantin, melainkan juga menguatkan jalinan sosial. Ia mengajarkan kita bahwa pernikahan adalah peristiwa budaya, spiritual, dan sosial sekaligus—sebuah peristiwa yang dirayakan bersama dengan penuh doa dan makna (***) 

×
Berita Terbaru Update