Notification

×

Iklan

Iklan

Reformasi atau Restorasi Polri?

Selasa, 16 September 2025 | 13.26 WIB | 0 Views Last Updated 2025-09-16T06:29:27Z
Pandangan Redaksi Banyuasin Pos 

Wacana reformasi kepolisian kembali mengemuka setelah Presiden Prabowo Subianto menyatakan dukungannya terhadap pembentukan tim khusus yang akan mengkaji arah perubahan Polri. Di sisi lain, suara dari masyarakat sipil yang turun ke jalan justru mengusung istilah restorasi. Dua istilah ini sekilas mirip, tetapi sesungguhnya menyimpan perbedaan mendasar dalam visi dan tujuan.


Reformasi dimaknai sebagai perubahan besar yang menyentuh akar sistem, termasuk struktur, budaya, dan mekanisme kerja. Sedangkan restorasi cenderung lebih halus: memperbaiki bagian yang rusak, meluruskan yang bengkok, tanpa harus membongkar seluruh bangunan. Pertanyaannya, apakah polisi hari ini hanya butuh “diperbaiki” atau memang perlu “dirombak” secara total?


Publik tentu tidak buta. Kasus salah tangkap, pelanggaran HAM, hingga ketidakadilan hukum seringkali menyeret citra Polri ke jurang ketidakpercayaan. Namun, di sisi lain, masyarakat juga masih bergantung pada polisi untuk keamanan sehari-hari. Di sinilah dilema itu berada: bagaimana mengubah wajah kepolisian tanpa menghancurkan fondasi yang masih dibutuhkan rakyat.


Menurut pandangan redaksi, pilihan istilah bukanlah sekadar permainan kata. Jika yang dipilih adalah reformasi, maka pemerintah harus siap melakukan evaluasi menyeluruh, termasuk menyentuh hal-hal sensitif seperti rekrutmen, pola pendidikan, dan praktik penegakan hukum. Reformasi berarti berani mengakui ada persoalan serius yang membutuhkan operasi besar-besaran. Sementara jika hanya restorasi yang diambil, maka risikonya adalah perubahan berjalan setengah hati—hanya mempercantik permukaan tanpa menyelesaikan masalah mendasar.


Polri memang bukan lembaga yang bisa dipisahkan dari rakyat. Polisi hadir di tengah kehidupan sehari-hari, dari lalu lintas jalan desa hingga penanganan kasus besar di pusat kota. Justru karena itu, setiap luka yang ditimbulkan aparat kepada warga kecil bisa terasa berlipat-lipat. Itulah sebabnya, pembenahan tidak boleh hanya kosmetik.


Redaksi percaya, masyarakat membutuhkan kepolisian yang profesional, transparan, dan humanis. Bukan sekadar slogan, melainkan sistem yang membuat aparat lebih dekat kepada rakyat ketimbang kepada kekuasaan. Apapun nama yang dipilih—reformasi atau restorasi—tidak boleh berhenti di meja wacana. Ia harus menjelma dalam langkah nyata, karena yang dipertaruhkan bukan sekadar institusi, melainkan kepercayaan publik terhadap hukum itu sendiri (***) 

×
Berita Terbaru Update