![]() |
Ilustrasi |
Di tengah hamparan tanah Banyuasin yang hijau dan tenang, ada sebuah tradisi yang tetap terjaga lintas generasi: ziarah kubur. Bagi komunitas Orang Melayu Banyuasin (OMB), ziarah bukan sekadar kunjungan ke makam keluarga yang telah tiada, melainkan juga momen perenungan dan pengikat silaturahmi. Biasanya, tradisi ini ramai dilakukan menjelang Ramadhan atau setelah gema takbir Idul Fitri berkumandang. Di balik doa dan taburan bunga, ada pesan sederhana yang selalu diingat: jangan pernah menunjuk ke arah kuburan.
Sekilas, larangan ini mungkin terdengar sepele. Namun, bagi masyarakat Melayu Banyuasin, isyarat jari telunjuk yang diarahkan ke makam bisa dianggap tak sopan, seolah mengganggu ketenangan arwah yang beristirahat. Dan jika larangan ini terlanggar, ada cara unik untuk “menebusnya” — si pelanggar harus mengulum jari telunjuknya. Sebuah tindakan simbolis yang dipercaya dapat meredakan dampak buruk sekaligus menandakan penyesalan.
Lebih dari sekadar aturan adat, larangan menunjuk kuburan ini mengajarkan nilai sopan santun. Orang Melayu sejak lama menjunjung tinggi rasa hormat, terutama kepada orang tua dan leluhur. Tidak heran jika perilaku kecil sekalipun, seperti menunjuk, dianggap punya bobot makna. Dalam pandangan mereka, menjaga sikap di depan makam sama artinya dengan menjaga ketenteraman jiwa-jiwa yang telah mendahului.
Selain itu, larangan ini juga menyingkap sisi spiritual yang khas. Ada keyakinan bahwa menunjuk bisa mengundang energi negatif atau merusak keharmonisan ruang sakral. Maka, mengulum jari bukan sekadar gerakan spontan, melainkan simbol pembersihan diri. Ia menjadi pengingat bahwa manusia mudah khilaf, tapi selalu ada cara untuk memperbaiki.
Yang menarik, tradisi ini juga berfungsi sebagai pengajaran moral. Anak-anak yang ikut ziarah sejak kecil diajarkan untuk berhati-hati dalam bersikap. Dari larangan menunjuk, mereka belajar tentang kesadaran, sopan santun, dan pentingnya menjaga tata krama di tempat yang dihormati. Tak hanya itu, kebersamaan juga terjalin—sebab ketika ada yang khilaf, orang-orang sekitar dengan ringan hati akan mengingatkan.
Dalam bingkai Islam, ziarah kubur memang dianjurkan untuk mengingatkan manusia pada kematian dan kehidupan setelahnya. Larangan menunjuk ini kemudian memperkuat suasana khusyuk. Alih-alih mengobrol atau bersikap seenaknya, peziarah diingatkan untuk fokus mendoakan dan merenungi makna kehidupan (***)