![]() |
Sumber: @nyinyir_update_official |
Banyuasin Pos – Publik dikejutkan dengan kabar dari Buleleng, Bali, yang menyebutkan ratusan siswa tingkat SMP belum bisa membaca. Informasi ini pertama kali mencuat melalui akun Instagram @nyinyir_update_official dan langsung memantik perdebatan luas di media sosial. Dalam unggahan tersebut, disebutkan bahwa sekitar 43 persen siswa SMP di Buleleng belum hafal abjad dan buta huruf, sementara 20 persen lainnya lancar membaca tetapi kurang pemahaman. Kondisi ini dianggap sebagai kemunduran yang diibaratkan "bagai mundur ke era kolonial".
Banyak netizen mengusulkan agar sistem pendidikan dikembalikan seperti dahulu. Salah satu komentar yang disorot menyebut, “Kalau kelas 1 sampai 3 SD belum bisa baca, jangan naik kelas. Supaya orang tua dan anak sama-sama serius belajar.”
Kolom komentar dipenuhi ribuan tanggapan bernada miris, heran, sekaligus kritis terhadap sistem pendidikan saat ini. Seorang warganet dengan akun @olla.diah mempertanyakan keabsahan berita tersebut. “Ini beneran ga sih? Masa SMP ga bisa baca? Emang di sekolah ga ada ujian?” tulisnya. Akun lain, @sifat860321, menyindir kebijakan pemerintah. “Makan tuh Kurikulum Merdeka,” tulisnya dengan nada sarkastis. Sementara itu, @oreo_syusyu membandingkan dengan pengalaman masa lalu. “Angkatan 90 kelas 1 wajib bisa baca. Ga bisa baca tinggal kelas. Kelas 2 hafal perkalian sama 27 provinsi. Kelas 3 wajib bisa baca cepat. Kulit perut sama kuping udah terlatih dengan cubitan ibu guru,” kenangnya.
Tak sedikit juga yang menyalahkan kebijakan zonasi dan sistem pendidikan. Akun @amia.yamoy menulis: “Akibat sistem zonasi, yang deket sekolah sama umur tua ga perlu belajar juga masuk negeri.” Beberapa warganet bahkan menyinggung langsung Menteri Pendidikan, Nadiem Makarim. “@nadiem_makarim__ apa kabar?” tulis seorang pengguna. Ada pula yang menyindir, “Efek kurikulumnya Nadiem noh,” komentar akun lain.
Fenomena ini menimbulkan banyak pertanyaan dari masyarakat: bagaimana siswa bisa naik ke jenjang SMP tanpa bisa membaca, dan apa peran sekolah serta guru selama enam tahun pendidikan dasar. Seorang netizen, @ritch.77, berkomentar: “Mana ada guru sekarang yang berani ngambil keputusan anak tinggal kelas. Udah dipepet sama pihak sekolah dan ortu.” Di sisi lain, ada pula komentar yang menyinggung gaya hidup anak-anak saat ini. “Gak bisa baca tapi jago main sosmed dan Roblox,” sindir akun @gerrith.official2.
Kasus di Buleleng ini telah memantik perdebatan serius tentang efektivitas kurikulum, sistem zonasi, hingga budaya belajar di rumah. Warganet menilai perlunya langkah tegas, salah satunya dengan memberlakukan kembali aturan bahwa siswa SD yang belum bisa membaca tidak boleh naik kelas. Meski demikian, hingga kini pihak berwenang belum memberikan klarifikasi resmi terkait data dan fakta di lapangan. Masyarakat pun menanti jawaban dari pemerintah, khususnya Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (***)