![]() |
Alam bawah laut Raja Ampat |
Banyuasin Pos – Kabar membanggakan kembali datang dari timur Indonesia. Sabtu (27/9/2025), UNESCO resmi menetapkan Raja Ampat sebagai Cagar Biosfer Dunia. Penetapan ini membuat kawasan yang dikenal sebagai “surga bawah laut” itu kini memiliki dua pengakuan bergengsi: Global Geopark (2023) dan Cagar Biosfer (2025).
Kepala Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Papua Barat, Johny Santoso, menyebut keberhasilan ini tak lepas dari kearifan lokal masyarakat adat. Baginya, filosofi masyarakat Raja Ampat—“Hutan adalah mama, laut adalah bapa”—adalah napas yang menjaga harmoni antara manusia dan alam.
“Semangat itulah yang membuat hutan dan laut tetap terjaga. Masyarakat adat tidak hanya menjaga tanah leluhur, tapi juga menjaga masa depan dunia,” ungkap Johny penuh haru.
Penetapan ini bukan tanpa alasan. Raja Ampat memang istimewa. Dari total 610 pulau, hanya 34 yang berpenghuni. Di dalamnya, terdapat lebih dari 75 persen spesies karang di dunia, lebih dari 1.300 spesies ikan terumbu, hingga lima jenis penyu langka yang hampir punah. Bahkan, sekitar 60 persen terumbu karang di Raja Ampat masih dalam kondisi sangat baik—angka yang sulit ditandingi wilayah lain di dunia.
UNESCO memandang kawasan ini sebagai “laboratorium hidup”. Artinya, Raja Ampat bukan sekadar dilindungi, tapi juga menjadi ruang belajar bersama: masyarakat, ilmuwan, pemerintah, hingga dunia internasional. Tiga hal jadi fokus: melindungi alam, membangun ekonomi berkelanjutan, dan memperkuat riset serta pendidikan.
Kebanggaan ini makin terasa karena Raja Ampat kini berdiri sejajar dengan 29 kawasan lain di berbagai negara yang baru ditetapkan UNESCO tahun ini. Nama Indonesia kembali harum bersama negara-negara seperti Prancis, Islandia, India, dan Yunani.
Tak berhenti di situ, Indonesia kini sudah memiliki 21 kawasan cagar biosfer yang tersebar dari Sabang sampai Merauke. Mulai dari Komodo, Wakatobi, hingga Berbak-Sembilang di Sumatera Selatan. Raja Ampat, dengan segala kekayaan hayati dan kearifan lokalnya, kini menjadi mahkota dari daftar panjang itu.
Di tengah krisis iklim yang kian mencemaskan, penetapan ini adalah pesan kuat: bahwa menjaga alam bukan hanya tugas pemerintah atau lembaga dunia, tapi juga bagian dari tradisi dan kehidupan sehari-hari. Seperti kata orang Raja Ampat, hutan adalah mama, laut adalah bapa—warisan yang tak ternilai untuk anak cucu manusia (***)