Notification

×

Iklan

Iklan

Pemerintah Wacanakan Pajak Media Sosial, Warganet Bereaksi Keras

Senin, 28 Juli 2025 | 08.29.00 WIB | 0 Views Last Updated 2025-07-28T01:53:31Z

Banyuasin Pos – Wacana pemerintah untuk memperluas sektor perpajakan hingga menyasar aktivitas media sosial memicu gelombang reaksi dari warganet. Topik ini menjadi viral di platform X (dulu Twitter), dengan berbagai komentar bernada kritis hingga sarkastik. Dalam sebuah unggahan, pengguna akun @abu_waras mempertanyakan keadilan sistem perpajakan. Ia menilai masyarakat yang tidak mendapat bantuan dalam mencari penghasilan justru dibebani pajak saat memperoleh uang.


Sentimen publik pun bervariasi. Akun @Flyingfighter27 menyatakan dirinya ikhlas membayar pajak jika dana tersebut digunakan dengan benar, seperti untuk mendukung petugas pemadam kebakaran. Namun, ia mengecam keras pejabat yang hidup bermewah-mewahan dan menggunakan pajak rakyat tanpa tanggung jawab. Nada emosional terlihat kuat dalam cuitan tersebut, menunjukkan ketidakpercayaan terhadap pengelolaan anggaran negara.


Beberapa warganet juga menanggapi isu pajak media sosial dengan gaya satir. Akun @petanirumah membuat parodi ala Uganda, menyebut aktivitas ringan seperti menyeduh kopi sambil scroll Instagram pun bisa kena pajak. Sementara itu, akun @ebe_ganzo menyarankan agar satu cuitan dikenai pajak Rp100 ribu, sebuah sindiran yang menyoroti kekhawatiran publik akan beban pajak yang makin meluas dan tak masuk akal.


Tak hanya kritik dan parodi, ada juga suara skeptis terhadap pengelolaan sumber daya alam Indonesia. Akun @mikuroQ menyoroti bahwa meski Indonesia kaya akan tambang dan minyak, namun 85% pendapatan negara masih bergantung pada pajak rakyat. Pertanyaan tajam pun muncul: ke mana perginya kekayaan alam bangsa ini?


Isu ini tampaknya belum mendapatkan penjelasan resmi secara komprehensif dari pihak pemerintah. Namun, informasi yang beredar menyebutkan bahwa pengenaan pajak ini ditujukan pada pengguna media sosial yang mendapatkan penghasilan melalui platform digital, bukan untuk pengguna biasa. Meski demikian, ketidakjelasan wacana ini memicu keresahan dan ketakutan publik akan potensi pungutan yang memberatkan.


Reaksi keras publik di media sosial menjadi sinyal kuat bahwa wacana pajak ini harus dikaji ulang secara lebih transparan dan partisipatif. Pemerintah dituntut memberikan penjelasan yang rinci dan logis kepada masyarakat agar tidak menimbulkan kesan bahwa kebijakan ini hanya sekadar upaya menambal kas negara tanpa memperhatikan beban rakyat (***) 

×
Berita Terbaru Update