Banyuasin, Banyuasin Pos – Berdasarkan data real-time Badan Pangan Nasional per 25 Juli 2025 serta mengacu pada kebijakan terbaru pemerintah, telah ditetapkan Harga Eceran Tertinggi (HET) untuk minyak goreng rakyat (Minyakita) sebesar Rp15.700 per liter, sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Perdagangan yang berlaku pada tahun 2025. Penetapan HET ini bertujuan untuk menjaga keterjangkauan harga bagi masyarakat dan memastikan stabilitas pasokan di pasar domestik.
Kendati demikian, realisasi harga di lapangan menunjukkan adanya ketidaksesuaian dengan kebijakan tersebut. Di wilayah Banyuasin dan beberapa daerah lain di Sumatera Selatan, harga minyak goreng curah masih mengalami fluktuasi signifikan, yakni berada dalam rentang Rp14.000 hingga Rp25.000 per liter. Bahkan, untuk kemasan 2 liter, harga dapat mencapai Rp45.000. Kenaikan harga ini umumnya terjadi di pasar tradisional, yang dipengaruhi oleh distribusi yang belum optimal dan rantai pasok yang panjang.
Sebagai respons terhadap kondisi tersebut, Kementerian Perdagangan terus melaksanakan operasi pasar serta memperkuat pasokan minyak goreng, khususnya selama momentum Ramadan dan Idulfitri, dengan harapan harga dapat lebih mendekati HET yang ditetapkan. Pemerintah juga melakukan pengawasan intensif terhadap para pengecer dan pelaku pasar guna memastikan kepatuhan terhadap regulasi yang berlaku. Pelanggaran terhadap ketentuan HET dapat dikenakan sanksi administratif, termasuk kemungkinan penutupan usaha.
Dari sudut pandang teknis, penetapan HET minyak goreng curah dalam kisaran Rp14.000 hingga Rp15.700 per liter merupakan upaya menjaga stabilitas harga dan melindungi daya beli masyarakat. Namun, berbagai kendala di lapangan, seperti distribusi yang tidak efisien, rantai pasok yang kompleks, dan perbedaan pengawasan antara pasar tradisional dan modern, menyebabkan harga di beberapa titik tetap melampaui batas yang ditentukan. Kondisi ini turut mendorong perilaku panic buying yang justru memperburuk dinamika pasar.
Ekonom senior Dr. Faisal Basri menyampaikan bahwa tantangan dalam sektor minyak goreng bersifat struktural. Konsentrasi industri serta fluktuasi harga bahan baku global berdampak langsung pada harga konsumen. Oleh karena itu, menurutnya, pemerintah tidak hanya perlu menetapkan regulasi harga, tetapi juga memperkuat ketahanan pasokan melalui diversifikasi sumber serta peningkatan efisiensi distribusi. Ia juga menambahkan bahwa untuk komoditas seperti cabai, fluktuasi harga merupakan hal yang lumrah karena sangat dipengaruhi oleh musim dan kondisi cuaca, sehingga inovasi dalam praktik pertanian dan dukungan teknologi menjadi faktor penting untuk mencapai stabilitas.
Keluhan dari masyarakat terkait kenaikan harga juga terus disuarakan. Salah seorang ibu rumah tangga di Banyuasin, Ibu Sari, menyampaikan bahwa harga minyak yang tinggi memaksa dirinya untuk lebih selektif dalam berbelanja dan mencari pasar yang menawarkan harga lebih terjangkau.
Sementara itu, harga cabai menunjukkan dinamika yang berbeda. Tidak adanya penetapan harga resmi dari pemerintah menyebabkan harga cabai sangat bergantung pada pasokan dan kondisi cuaca. Ketidakstabilan pada musim panen menyebabkan harga cabai keriting mengalami kenaikan hampir 13 persen hingga mencapai sekitar Rp90.000 per kilogram, sedangkan harga cabai merah biasa justru mengalami penurunan tipis sebesar 0,43 persen, sebagaimana tercatat dalam data BPN per 25 Juli 2025. Seorang petani cabai di Banyuasin, Pak Agus, menyatakan bahwa cuaca yang sulit diprediksi serta serangan hama kerap mengganggu hasil panen, sehingga memicu lonjakan harga.
Situasi ini mengindikasikan bahwa meskipun kebijakan terkait harga minyak goreng telah ditetapkan secara formal, implementasinya di lapangan masih menghadapi tantangan yang cukup kompleks. Diperlukan perbaikan sistem distribusi serta penguatan pengawasan untuk memastikan harga sesuai ketentuan yang berlaku. Adapun untuk komoditas cabai, dukungan terhadap teknologi pertanian dan peningkatan manajemen produksi menjadi hal krusial dalam menjaga kestabilan pasokan dan harga. Untuk saat ini, solusi sementara seperti penyediaan pasar murah dan kemasan kecil menjadi langkah penting guna meringankan beban masyarakat berpenghasilan rendah dalam memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari (***)