Notification

×

Iklan

Iklan

Keracunan Makanan vs Makanan Bergizi Gratis

Sabtu, 26 Juli 2025 | 08.52.00 WIB | 0 Views Last Updated 2025-07-26T01:59:39Z

Oleh: M. Irwan P. Ratu Bangsawan 

Pimred Banyuasin Pos

Paradoks besar tengah melanda negeri ini. Di satu sisi, pemerintah menggaungkan program "makanan bergizi gratis" bagi anak-anak sekolah, sebagai upaya menurunkan angka stunting dan meningkatkan kualitas generasi muda. Namun di sisi lain, kasus keracunan makanan di sekolah justru meningkat. Bukan hanya insiden kecil, tapi melibatkan puluhan siswa, dan terjadi berulang di berbagai daerah. Pertanyaannya: di mana pengawasan? Apakah niat baik cukup tanpa mutu?

Program makanan bergizi gratis sejatinya sangat mulia. Negara hadir memberi asupan sehat bagi anak-anak dari keluarga kurang mampu. Tapi ketika makanan itu justru membuat anak masuk rumah sakit, maka program itu berubah dari solusi menjadi malapetaka. Kita bukan sedang memberi makan anak-anak, melainkan mempermainkan kesehatan mereka dengan sistem distribusi dan pengawasan yang amburadul.

Banyak pihak terlibat dalam rantai penyediaan makanan gratis ini: penyedia katering, dinas pendidikan, dinas kesehatan, sekolah, hingga pengawas program. Namun jika semua hanya fokus pada pelaporan administrasi dan mengejar target realisasi anggaran, lalu siapa yang betul-betul mencicipi dan memastikan makanan itu aman? Di tengah budaya proyek yang sering kali mengorbankan kualitas demi efisiensi dana, anak-anak kita jadi kelinci percobaan.

Kasus keracunan makanan tidak hanya soal perut mulas dan mual semata. Ada trauma psikologis, ada risiko jangka panjang. Anak-anak yang harusnya ceria dan semangat belajar justru terkapar di Puskesmas karena makanan "gratis" yang seharusnya menyehatkan. Ironisnya, dalam banyak kasus, pelaku usaha katering tidak mendapat sanksi berarti, hanya diminta evaluasi atau diganti. Akuntabilitas nyaris nihil.

Jika program ini ingin terus dilanjutkan — dan memang sebaiknya begitu — maka pengawasan harus diperkuat dari hulu ke hilir. Sertifikasi higienitas dapur, tes acak oleh BPOM, audit gizi dan kandungan bahan, serta melibatkan sekolah dan orang tua dalam kontrol kualitas. Jangan jadikan anak-anak sebagai objek program semata. Mereka bukan statistik, mereka manusia yang harus dilindungi.

Makanan bergizi gratis seharusnya menjadi harapan, bukan ketakutan. Jangan sampai niat baik pemerintah tercoreng hanya karena lemahnya pengawasan dan semangat proyek yang berorientasi angka. Gizi bukan cuma soal protein dan kalori, tapi juga soal tanggung jawab moral pada masa depan bangsa (***) 

×
Berita Terbaru Update