![]() |
Menteri Kebudayaan Fadli Zon |
JAKARTA – Pemerintah tengah menggarap proyek besar penulisan ulang sejarah Indonesia. Menteri Kebudayaan Fadli Zon mengungkapkan bahwa proses penyusunan ini melibatkan 112 sejarawan dari berbagai latar belakang keahlian. Proyek ini mencakup rentang sejarah yang luas, dari zaman awal Nusantara hingga masa pemerintahan Presiden Joko Widodo.
"Ini merupakan pemutakhiran sejarah yang menyeluruh, bukan sekadar revisi sebagian," ujar Fadli Zon saat ditemui di Universitas Indonesia, Jumat (25/7/2024). Ia menambahkan bahwa buku sejarah ini akan memotret perjalanan bangsa Indonesia secara menyeluruh, termasuk era Presiden pertama Soekarno hingga Presiden ketujuh, Joko Widodo.
Fadli menekankan bahwa penyusunan sejarah ini bukan proyek biasa. Tim penulis dibagi berdasarkan keahlian masing-masing, didukung oleh editor setiap jilid dan satu editor umum yang bertanggung jawab atas keseluruhan karya. "Saya sendiri tidak tahu secara rinci isinya. Tapi secara garis besar, ini menyusun sejarah dari awal hingga sekarang," katanya.
Proyek ini akan diterbitkan dalam bentuk 10 jilid buku tebal dengan total 5.500 halaman. Setiap jilid rata-rata memiliki 550 halaman. Fadli mengklaim bahwa proses penyusunan telah hampir rampung. “Progress-nya sudah mencapai 80 hingga 90 persen. Ditulis secara simultan oleh para ahli,” ungkapnya.
Menariknya, Fadli memastikan tidak ada campur tangan kementeriannya dalam isi penulisan sejarah. “Tidak ada intervensi, tidak ada arahan khusus. Bahkan saya pun tidak mencampuri kontennya. Kita percayakan sepenuhnya kepada sejarawan,” ujar Fadli menanggapi kekhawatiran soal kemungkinan manipulasi sejarah.
Ia juga menegaskan pentingnya sejarah ditulis oleh kalangan profesional. “Kalau bukan sejarawan yang menulis sejarah, siapa? Masa ahli matematika atau tukang kayu? Kan tidak masuk akal. Hanya sejarawan yang punya metodologi dan keahlian historiografi,” tegasnya.
Menurut Fadli, proyek ini menjadi tonggak penting untuk mewariskan narasi sejarah nasional yang objektif, komprehensif, dan berbasis pada kajian ilmiah. Ia berharap generasi mendatang akan memiliki referensi sejarah yang kokoh dan berimbang, tidak lagi terjebak pada versi-versi sejarah yang bias politik.
“Sejarah adalah fondasi kesadaran kebangsaan. Kalau tidak kita perbarui berdasarkan penelitian terbaru, kita bisa salah arah dalam memahami jati diri bangsa,” tutupnya. Penulisan ulang sejarah ini direncanakan akan diterbitkan dalam waktu dekat, setelah seluruh tahapan penulisan dan penyuntingan selesai (***)