Notification

×

Iklan

Iklan

Prabowo Kritik Pedas Garis Batas Buatan Belanda dan Inggris yang Seenak Jidat

Sabtu, 16 Agustus 2025 | 17.51.00 WIB | 0 Views Last Updated 2025-08-16T11:01:34Z

 

Foto: setneg.go.id


Jakarta, BANYUASIN POS — Dalam sebuah pidato yang menggugah di Sidang Tahunan MPR, Ketua Umum Partai Gerindra sekaligus Menteri Pertahanan, Prabowo Subianto, menyampaikan kritik kerasnya terhadap garis batas negara yang selama ini menjadi warisan kolonial Belanda dan Inggris. Menurut Prabowo, garis-garis batas yang dibuat oleh para penjajah itu bukanlah hasil konsultasi yang adil, melainkan penetapan "seenak jidat" yang menimbulkan berbagai masalah hingga kini.


Prabowo menyoroti bagaimana negara-negara kolonial tersebut dengan sesuka hati menentukan batas wilayah yang mengabaikan aspirasi dan kondisi masyarakat lokal. Ia menegaskan, garis-garis itu dibuat tanpa memperhatikan keutuhan wilayah dan kultural masyarakat Nusantara, yang pada akhirnya menjadi pemicu konflik perbatasan dan sengketa wilayah seperti yang masih terjadi kontemporer, misalnya di Blok Ambalat.


"Mereka menggambar garis-garis itu bukan dengan keadilan dan hati nurani. Mereka hanya bikin seenak jidat, untuk kepentingan politik dan ekonomi mereka sendiri, tanpa peduli rakyat dan bangsa yang hidup di sana," ujarnya dengan nada berat dan penuh kecaman.


Prabowo mengingatkan bahwa garis-garis perbatasan yang diwariskan itu harus segera direvisi dan dinegosiasi ulang berdasarkan kedaulatan bangsa dan kepentingan rakyat Indonesia. Dia mendesak pemerintah untuk memperkuat diplomasi dan strateginya dalam menyikapi warisan kolonial yang masih membelenggu kedaulatan negara.


Sejarah garis batas kolonial Belanda dan Inggris memang sarat kontroversi. Pada abad ke-19 dan awal abad ke-20, sejumlah perjanjian seperti Perjanjian London 1824, Konvensi London 1891, dan Konvensi-konvensi berikutnya antara Belanda dan Inggris telah menentukan batas wilayah di wilayah Nusantara tanpa melibatkan partisipasi masyarakat setempat. Garis-garis ini didasarkan pada kepentingan kedua kekuatan imperialis dan sering menggunakan topografi seadanya tanpa memperhitungkan aspek sosial budaya masyarakat yang dilintasi garis tersebut.


Warisan tersebut menyebabkan ketegangan dan sengketa yang berujung pada konflik-konflik perbatasan yang masih dirasakan hingga masa kemerdekaan dan bahkan sekarang. Patok-patok batas yang ditetapkan di Kalimantan dan pulau-pulau sekitarnya mewarisi ketidakjelasan yang kerap memicu perselisihan antarnegara tetangga.


Dalam konteks tersebut, pernyataan Prabowo bukan hanya seruan simbolis, tetapi juga panggilan nyata bagi pemerintah untuk mengambil langkah konkret dalam menyelesaikan sengketa batas yang merupakan “warisan sejarah kolonial” yang merugikan kedaulatan Indonesia.


Kritik pedas Prabowo ini membuka kembali perbincangan nasional mengenai perlunya penanganan serius terhadap warisan kolonial yang masih mengekang batas-batas kedaulatan dan menimbulkan polemik panjang. Ini adalah momentum penting untuk introspeksi bangsa dalam mengawal keutuhan wilayah sesuai semangat kemerdekaan dan kedaulatan negara yang sesungguhnya.(***)

×
Berita Terbaru Update